Sebagai bagian dari generasi yang semakin terhubung dengan teknologi, mahasiswa di seluruh dunia semakin merangkul kecerdasan buatan (AI) untuk memperluas imajinasi dan kreativitas mereka. Salah satu contohnya adalah proses kreatif menciptakan puisi dengan menggunakan AI untuk memperluas imajinasi dan kreativitas mereka.
Puisi-puisi ini dihasilkan melalui kerja sama antara kecerdasan buatan dengan keindahan sastra. Proses dimulainya dengan mengisi model bahasa AI dengan kumpulan besar karya sastra klasik dan kontemporer. Model AI kemudian menganalisis pola dan struktur puisi untuk memahami nuansa bahasa dan kekayaan imajinasi yang ada di dalamnya. Setelah mendapatkan pemahaman yang kuat mengenai puisi, model AI kemudian mencoba menciptakan puisi berdasarkan pengetahuan yang telah dipelajarinya.
Keberhasilan dalam menciptakan puisi yang autentik dan bermakna tetaplah membutuhkan kontribusi manusia dalam prosesnya. Namun, bagi yang baru akan memulai menulis sebuah puisi. Tidaklah mudah untuk membuat puisi yang dapat menyampaikan makna dari karya yang kita tulis kepada si pembaca.
Seorang penulis puisi harus banyak membaca puisi karya orang lain agar bisa menelaah makna yang terdapat pada puisi tersebut. Sebab karya sastra itu akan dimaknai dengan tingkat referensi bacaan si pembaca, jadi interpretasi tersebut akan lahir sesuai dengan referensi bacaannya. Elemen penting dalam puisi yang kreatif yaitu, memahami kata, pemahaman simbol (metafora), pemahaman majas, frasa metaforik, dan perangkat bahasa lainnya yang bisa dibilang tidak mudah dipahami dengan sederhana.
Meski AI dapat menghasilkan puisi dengan jangkauan dan kreativitas yang unik, ada beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan:
1. Kurangnya emosi dan kepribadian:
AI tidak memiliki emosi atau pengalaman hidup, sehingga pada beberapa kasus puisi yang dihasilkan mungkin terasa datar atau kurang terhubung secara emosional.
2. Ketergantungan pada data input:
AI secara langsung bergantung pada data dan informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber sebagai bahan input. Puisi yang dihasilkan mungkin hanya mencerminkan gaya atau tema yang ada dalam data tersebut.
3. Kesulitan dalam menangkap nuansa dan kompleksitas manusia:
Puisi sering kali mencoba mengekspresikan pengalaman manusia yang kompleks. AI mungkin kesulitan menangkap dan mengekspresikan secara akurat nuansa, kompleksitas, dan kontradiksi dalam perasaan manusia.
4. Kesulitan dalam menghasilkan orisinalitas:
Kreativitas yang murni dan keaslian mungkin sulit dihasilkan oleh AI. Puisi yang dihasilkan mungkin terasa kurang orisinal dan dapat mengasosiasikan lebih banyak dengan karya yang sudah ada.
Baca juga: KKN (Kita Kudu Ngapain)
5. Tidak adanya konteks budaya dan historis:
Puisi sering kali dikaitkan dengan konteks budaya dan historis tertentu. AI mungkin tidak selalu mampu menangkap dan memperhitungkan nuansa tersebut.
Dengan demikian meskipun masih ada beberapa kekurangan, AI tetap dapat menghasilkan puisi yang menarik dan menantang. Namun, keindahan dan kualitas puisi yang dihasilkan oleh AI tetap perlu dinilai oleh manusia untuk mengapresiasi tingkat kualitas seni.
“Perlu diingat, jangan sampai kita diperdaya oleh teknologi, kita memang harus menguasai teknologi. Tetapi jika masalah keorisinilan puisi, itu bergantung pada penulis itu sendiri, apakah penulis tersebut menggunakan AI sepenuhnya, atau penulis tersebut dapat memparafrase puisi tersebut versi karakternya sendiri. Karena setiap penulis ingin menyampaikan karya mereka melalui karakternya yang dikemas sedemikian rupa” Ungkap Fajar M. Fitrah, selaku penyair.
Fajar juga membagikan harapannya pada perkembangan sastra, ”Saya berharap agar teman-teman di satrasia, terus meningkatkan kecintaannya terhadap kesusastraan Indonesia. Dengan apapun caranya, entah itu menjadi seorang penulis, apresiator, ataupun tenaga pendidik. Karena yang terpenting adalah tetap menjaga kelestarian Bahasa Indonesia,”
Penulis: Meidita Sari
Editor: Fitri Nurul
Baca juga: Menilik Sebuah Perbedaan: Lirik Lagu, Puisi, dan Musikalisasi Puisi