Senja Anugrah GBSI 2025: Malam Penganugrahan Sang Pemenang

Tepuk tangan menggema saat nama-nama pemenang diumumkan dalam Senja Anugrah Gebyar Bahasa dan Sastra Indonesia (GBSI) 2025. Acara yang digelar pada (31/10/25) di Gedung Amphiteater UPI ini menjadi momen puncak penghargaan sekaligus penutup seluruh rangkaian kegiatan GBSI tahun ini. Senja Anugrah menjadi ruang apresiasi bagi peserta, panitia, sivitas akademika, dan masyarakat yang turut merayakan bahasa dan sastra Indonesia.

Malam Apresiasi “Perjuangan adalah Pelaksanaan Kata-Kata”

Malam puncak ini menghadirkan suasana hangat nan khidmat. Sorot lampu panggung berpadu dengan lantunan musik dan penampilan seni yang memukau, menciptakan atmosfer penghargaan yang tidak sekadar meriah, tetapi juga penuh makna. Jargon GBSI digaungkan dengan serentak dan menggema.

GBSI 2025!

Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata!

Dalam sambutannya, Sumiyadi, selaku Kepala Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia menyampaikan bahwa Senja Anugrah menjadi malam puncak yang meriah dan penuh apresiasi bagi panitia maupun peserta lomba.

“Alhamdulillah, pada sore ini kita berkumpul dan nanti selepas magrib acara semakin ramai dan meriah karena akan ada pengumuman lomba,” ucap Prof. Dr. Sumiyadi, M.Hum. 

Tahun ini, GBSI mengusung semangat “Menguatkan Identitas Bangsa melalui Trigatra Bangun Bahasa” sebuah refleksi dari gagasan W.S. Rendra tentang keseimbangan antara bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Tema ini menjadi fondasi bagi dua lomba utama yang diselenggarakan, yakni Lomba Baca Puisi Piala Rendra (LBPPR) dan Lomba Tulis Puisi (LTP).

Lomba Baca Puisi Piala Rendra (LBPPR)

LBPPR yang diamanahi langsung oleh Rendra sejak 1989 kembali menjadi magnet utama GBSI 2025. Lomba ini terbuka bagi dua kategori, pelajar dan umum, dengan sistem seleksi berlapis mulai dari babak penyisihan yang diselenggarakan secara daring, hingga babak semifinal dan final yang berlangsung pada 29 Oktober 2025 untuk kategori umum dan 30 Oktober 2025 untuk kategori pelajar. Para peserta menafsirkan karya-karya Rendra dengan interpretasi yang beragam dan penjiwaan yang khas.

Penjurian dilakukan oleh tiga juri yang mewakili tiga sudut pandang penting dalam dunia sastra dan pertunjukan, yakni akademisi, praktisi, dan sastrawan. Pertama,  Suci Sundusiah selaku juri akademisi, kiprahnya sebagai dosen dan peneliti di bidang pendidikan sastra, khususnya dalam penilaian autentik dan ekspresi puisi. Kedua, Sahlan Mujtaba selaku juri praktisi, pelaku teater dan fasilitator pemberdayaan masyarakat melalui seni pertunjukan. Ketiga, Rinrin Candraresmi selaku sastrawan, Ia dikenal luas sebagai haijin atau penulis puisi pendek Jepang seperti haiku dan tanka, sekaligus aktris teater yang aktif menulis dan menyutradarai berbagai naskah panggung. 

Tiga pemenang terbaik dari masing-masing kategori diumumkan dalam malam Senja Anugrah, tepatnya pukul 19.00 WIB.

Pemenang kategori umum:

  1. Ikhsan Taufik Maulana
  2. Akbar Juliana
  3. Rina Sugiarti

Pemenang kategori pelajar:

  1. Muhammad Naufal Arianto
  2. Khanza Febriniasuri
  3. Sifa Putri Yandani
Proses penyerahan Piala Rendra oleh Ketua Pelaksana (Sumber: Instagram GBSI)

Dari dua kategori tersebut, Ikhsan Taufik Maulana terpilih sebagai juara umum Lomba Baca Puisi Piala Rendra 2025 dan berhak membawa pulang Piala Rendra, simbol semangat dari W.S. Rendra. Ikhsan juga membacakan salah satu puisi W.S. Rendra yang berhasil memukau para penonton, membuktikan bahwa dirinya layak membawa pulang Piala Rendra.

“Saya merasa tidak menyangka untuk menjadi seorang juara, apalagi di babak final bersaing dengan finalis lain yang track record-nya itu sudah nasional. Ini juga menjadi pembelajaran untuk saya menekuni puisi lebih dalam lagi,” ucap Ikhsan usai menerima penghargaan.

Ikhsan merupakan seorang guru. Ia mengaku bahwa pada awalnya hanya ingin mendaftarkan siswanya untuk mengikuti Lomba Baca Puisi Piala Rendra ini. Bagi Ikhsan, naik panggung tanpa persiapan maka turun pun tak terhormat. Ia mempersiapkan diri dengan membedah terlebih dahulu puisi yang akan dibaca sehingga ia mendapatkan maknanya. Selain itu, Ikhsan juga meminta anak-anak muridnya untuk membacakan puisi tersebut di depan kelas dan meminta mereka menafsirkan maknanya yang kemudian menjadi referensi bagi Ikhsan.

Pemenang Piala Rendra, Ikhsan membacakan salah satu puisi W.S. Rendra. (Sumber: Literat: Azila Fitria Ramadhani)

“Persiapan saya adalah dengan mencari metode yang tepat. Saya bedah dulu puisinya hingga saya mendapatkan maknanya. Saya juga meminta anak murid saya untuk membacakan dan memaknai puisinya,” ucap Ikhsan usai menerima penghargaan.

Lomba Tulis Puisi (LTP)

Selain LBPPR, pada GBSI 2025 ini juga menghadirkan Lomba Tulis Puisi (LTP) bertema “Pengaruh Globalisasi Bahasa”. Lomba ini memberi ruang bagi generasi muda untuk mengekspresikan ide dan kegelisahan terhadap realitas bahasa di tengah arus globalisasi. Penjurian dilakukan oleh Drs. Memen Durachman, M.Hum. selaku juri akademisi, Willy Fahmy Agiska selaku juri praktisi, dan Ilda Karwayu selaku sastrawan.

Tiga karya terbaik berhasil memikat juri karena kekuatan pesan dan eksplorasi bahasanya:

  1. Wibu karya Muh. Nasrul Evendi
  2. Aku Tidak Mau Jadi Emoji karya Robi Hidayat
  3. Lasminingrat karya Muh. Nasrul Evendi

Karya-karya tersebut bersama 35 karya terbaik lainnya akan dibukukan dalam antologi puisi hasil GBSI 2025.

Meriahnya Malam Senja Anugrah

Muhammad Hafidz Gilang selaku Ketua Pelaksana GBSI 2025 menyampaikan bahwa penyelenggaraan tahun ini menjadi bukti keberlanjutan semangat sastra setelah sempat vakum selama lima tahun dan kembali bangkit pada tahun 2024 lalu.

“Setelah menyelesaikan program kerja ini, saya sangat lega, senang, sedih juga, terharu, campur aduklah. Saya mengucapkan terima kasih kepada jajaran panitia dan semua orang yang terlibat dalam GBSI 2025 ini,” ungkap Hafidz.

Senja Anugrah menjadi penanda berakhirnya seluruh rangkaian Gebyar Bahasa dan Sastra Indonesia (GBSI) 2025. Sorakan tepuk tangan mengiringi para pemenang naik ke panggung. Sementara itu, para penonton menikmati pementasan penutup yang menjadi simbol perayaan karya dan kebersamaan. 

“Meriah sekali malam Senja Anugrah ini. Senang bisa menyaksikan langsung pembacaan puisi dari juara umum Piala Rendra. Semoga GBSI ini bisa menjadi wadah ilmu untuk kita semua dan terus diselenggarakan di tahun-tahun berikutnya,” ucap Aira, salah satu penonton yang hadir untuk menyaksikan kemeriahan malam Senja Anugrah.

Penampilan band memeriahkan Senja Anugrah (Sumber: Literat/Azila Fitria Ramadhani)

GBSI bukan hanya ajang lomba, GBSI 2025 membuktikan bahwa bahasa dan sastra masih menjadi jantung yang hidup di tengah masyarakat bangsa ini. Antusiasme peserta dan apresiasi dari berbagai kalangan menunjukkan bahwa karya sastra tetap memiliki tempat istimewa di hati masyarakat. Harapannya, semangat yang tumbuh dari GBSI 2025 dapat terus berlanjut dan melahirkan generasi baru yang tidak hanya mencintai, tetapi juga menghidupkan bahasa dan sastra Indonesia.

Penulis: Azila Fitria Ramadhani

Editor: Nabilla Putri Nurafifah

Baca juga: Pesta Buku Isola 2025: Menghidupkan Literasi yang Hampir Mati