Senja Anugrah GBSI Hima Satrasia

Senja Anugrah: Penutupan Gebyar Bahasa dan Sastra Indonesia

Pada Jumat (08/11), Hima Satrasia melaksanakan kegiatan Senja Anugrah sebagai acara penutupan Gebyar Bahasa dan Sastra Indonesia (GBSI) di Gedung Ahmad Sanusi. Acara penutupan yang berlangsung dari pukul 15.30 WIB s.d. selesai menampilkan band-band dari mahasiswa, panitia, relasi, hingga guest star, serta acara puncak pemberian penghargaan kepada para pemenang lomba GBSI tahun ini.

Acara dibuka dengan penampilan dari sekretaris pelaksana, Nayla Yulandari. Selanjutnya, presentasi sekaligus penampilan musikalisasi puisi oleh band Estuari, membuat penonton terhanyut dalam makna tiap liriknya. Setelah ishoma, penampilan dilanjutkan oleh band Reverte dari jurusan Pendidikan Seni dan Musik angkatan 2024. Tak ketinggalan, salah satu juri, Peri Sandi membacakan sajak Mata Luka Sengkon Karta. Pembacaan ini merupakan permintaan dari panitia GBSI, “Saya paham, mengapa teman-teman ingin saya menampilkan pembacaan puisi. Hal ini untuk memperpanjang spirit sastra dan membaca puisi. Selain hidup dari menulis, bisa juga dengan membaca puisi.”

Baca Juga: Piala Rendra Kembali Mendapatkan Kampiun Baru Setelah 5 Tahun Vakum – Literat

Malam Puncak Acara GBSI

Rangkaian acara selanjutnya adalah pengumuman pemenang Lomba Tulis Puisi Piala Rektor dan Lomba Baca Puisi Piala Rendra kategori umum dan pelajar. Senja Anugrah sebagai puncak acara dari rangkaian kegiatan GBSI merupakan proses penganugerahan kepada para pemenang Piala Rektor dan Piala Rendra. Pemberian penghargaan tersebut diawali dengan tarian Burung Merak. Jonias selaku ketua pelaksana menyampaikan alasannya, “Adanya tari-tarian sebelum penganugerahan karena ini merupakan proses sakral dan penting dalam penutupan GBSI.” Piala Rektor diberikan kepada juara lomba tulis puisi, sedangkan Piala Rendra diperebutkan oleh dua pemenang lomba baca puisi. Pada akhirnya, juara umum Lomba Baca Puisi Piala Rendra tahun ini dimenangkan oleh Bagia Nufandira. Ia tampil membacakan sajak Ibunda karya W.S. Rendra.

Baca Juga: Berkenalan dengan Burung Merak yang Berkicau untuk Keadilan, W.S. Rendra – Literat

Puncak acara GBSI yang telah selesai, tidak ditutup begitu saja. Acara masih diramaikan oleh band-band dari mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Afterskull dan Sinestesia. Selain itu, Ruang Kidung dan Bob Anwar yang ditunjuk sebagai guest star juga menampilkan musikalisasi puisi. Ruang Kidung membuat alih wahana dari penyair asal Banten, Gol A Gong. Sementara, Bob Anwar membawakan karya sendiri. Band Yono Brothers yang merupakan gabungan mahasiswa Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan serta Pendidikan Seni Design, membuat euforia penutupan GBSI semakin meriah. Terakhir, penampilan band Antipoten dari mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia menjadi akhir yang sempurna dari rangkaian acara GBSI.

Kesan dan Pesan untuk GBSI

Peri Sandi selaku juri menyampaikan kritik dan saran untuk ke depannya, “Karena GBSI dilaksanakan pertama kali pada tahun ini, jadi banyak yang lost. Praktik-praktik yang diterima adik tingkat ini bukan sekedar memberitahu harus begini atau begitu, tapi mewariskan pengetahuan dan pengalaman. Pengalaman inilah yang menciptakan pengetahuan.” Beliau juga mengungkapkan apresiasinya untuk GBSI, “Ini ketiga kali saya menjadi juri pada Lomba Baca Puisi Piala Rendra. Tadi malam mengobrol panjang lebar dengan kedua juri lain dan menurut kami ini yang paling variatif dan eksploratif baca puisinya dibanding lomba baca puisi lainnya. Bukan karena saya menjadi juri pada lomba ini, tetapi lomba-lomba yang lain itu hanya template.”

Jonias selaku ketua pelaksana GBSI tahun ini memberikan harapannya, “Semoga ke depannya, panitia GBSI semakin kompak, jangkauan pesertanya semakin luas. Senang sekali tahun ini kita ada peserta lomba baca puisi dari Flores.” Selain itu, Peri Sandi mengharapkan kepada Ketua Umum Hima Satrasia agar penyelenggaraan GBSI lebih tertata dan dibuatkan booklet.

“Saya berharap GBSI ini menyediakan booklet, sehingga ada standar untuk penilaian bagi kurator atau juri. Booklet ini bisa dirujuk dan dipelajari. Kenapa kurator memilih puisi-puisi ini? Apa relevansi dengan pelajar atau umum, sehingga ada catatan kuratorial mengapa memilih karya tersebut. Apabila susah mengumpulkan data alasan pemilihan karya, bisa dengan metode saat ini, yaitu wawancara. Hal ini perlu dilakukan agar juri mengetahui apakah membaca puisi ada perkembangannya atau begitu-begitu saja. Booklet ini bisa menjadi dokumentasi peristiwa. Kalau tahun depan diselenggarakan lagi, bukan hanya jadi rujukan. Jangan-jangan masih sama, lomba puisi ini hanya craft bukan kesenian, sedangkan di sastra sudah maju. Ini harusnya beriringan. Si pembaca puisi harus menafsirkan teks puisinya, sedangkan teks puisi mengalami perkembangan.”

Baca Juga: Kirab Kebudayaan GBSI – Literat

Penulis: Muhammad Fadlan Afif Radana

Editor: Mahmudah Salma Nur Iftikhar