Kehidupan selalu identik dengan manusia, karena manusia dibilang sebagai makhluk yang menjalani kehidupan. Manusia diberkahi anugerah untuk menikmati proses semasa hidup, lalu analogi ini bisa kita ibaratkan dalam segelas kopi seseorang. Denotasinya gelas dan kopi menjadi objek tanda yang sedang dibicarakan. Karena objek tersebut memiliki hubungan dalam menafsirkan realitas kehidupan seseorang. Bisa kita cermati kisahnya seperti ini.
Ketika ada seorang filsuf yang menyajikan hidangan kopi kepada para tamunya, lalu dengan sengaja filsuf itu menaruh beragam gelas dengan keeleganannya masing-masing, dari mulai gelas yang mahal, unik, memiliki kristal, hingga yang biasa saja. Dengan begitu, para tamu bisa senang hati memilih jenis gelas yang seperti apa. Kemudian, para tamu itu memilih gelas-gelas yang elegan dan meninggalkan gelas sederhana. Karena mereka melihat gelas sederhana itu terkesan biasa saja.
Lalu, bagaimana bisa hal ini berkaitan dengan kehidupan?
Sebelum kita perhatikan pada apa yang sedang terjadi, kisah di atas menunjukkan bahwa filsuf telah memberikan sebuah simbolik kepada para tamunya. Esensi gelas dan kopi bisa kita tandai sebagai simbolik di dalamnya. Mengapa? Karena ‘gelas’ dan ‘kopi’ bagian dari petanda (signifie) dan ‘gelas sebagai tempat minum’ dan ‘kopi sebagai minumannya’ menjadi bagian dari penanda (signifiant). Dan sebagaimana yang dikutip oleh Barthes bahwa “makanan, gaya, film, musik, iklan, headline surat kabar – semua itu tampak sebagai objek-objek yang beragam. Apa yang dimiliki secara bersama, setidaknya itu semua adalah tanda”. Dengan kata lain, ‘minuman’ di sini secara simbolis memberikan tanda di dalamnya.
Kita kembali dengan kisah yang di atas, tak bisa dipungkiri bahwa orang-orang hanya peduli pada gelasnya bukan dengan kopinya. Kebanyakan dari tamu-tamu hanya peduli untuk mempertahankan status quo (kemapanannya). Itu berarti makna dari produksi tanda dari apa yang mereka lihat, melulu pada kecantikan gelasnya. Padahal gelas apa pun itu, mau gelas plastik pun, yang terpenting itu adalah kopinya. Karena dari apa yang kita minum itu adalah kopi bukan gelas.
Baca juga : KOTA API
Saussure berkata, hubungan antarbentuk dan makna tidak bersifat pribadi, melainkan sosial yang didasari oleh kesepakatan bersama. Lalu, dikembangkan lagi oleh Barthes yang melihat tanda dari pemaknaannya yang lebih dinamis. ‘Gelas’ dan ‘kopi’ menjadi petanda yang didasari oleh kesepakatan bersama. Namun, penafsiran itu bisa mengubah denotasinya menjadi konotasi secara serempak. Analogi kehidupan dari segelas kopi menjadi konotasi yang telah membudaya bagi manusia. Sederhananya, dari kisah di atas mengajarkan arti hidup yang sesungguhnya. Kebanyakan orang-orang hanya terfokus pada standar dunia tanpa menikmati proses kehidupan. Ada pepatah yang mengatakan, “kesederhanaan adalah sumber kedamaian”, maka hal-hal sederhana seperti menikmati segelas kopi dengan memilih gelas biasa saja bisa membuat orang bahagia.
Umberto Eco juga mengatakan adanya semiotika komunikasi dengan memahami konsep tanda ke fungsi tanda. Contohnya adalah manusia. Deretannya, manusia sebagai makhluk hidup, sedangkan hidup menjadi ‘tanda’ seseorang untuk menjalani kehidupan. Dengan memaknai semua kehidupan itu, kita selalu melakukan proses demi proses untuk mencapai tujuan. Dari situlah konteks semiotika komunikasi terjadi, yaitu mulai melahirkan ‘konsep tanda ke fungsi tanda’.
Pada dasarnya setiap tanda itu mengalami kesepakatan-kesepakatan untuk menggunakannya. Dalam proses semiotika komunikasi ini menjadi pembaharuan kode, yaitu via ‘abduksi’ dari Pierce, yaitu konteks yang tidak terkodekan ditafsirkan secara konsisten, diterima masyarakat, lahirlah kode baru. Abduksi Pierce ini merupakan pengambilan makna dari beberapa kemungkinan yang bisa mendekati kesesuaian dalam penggunaannya. Dengan begitu, pemahaman abduksi yang dikatakan oleh Pierce sangat berguna bagi kehidupan seseorang dan sesuatu yang menjadi penjelasan terbaik bagi hidup seseorang adalah sebuah kesederhanaan.
Analogi kehidupan dari ‘segelas kopi’, tidak hanya mengajarkan arti kehidupan, tetapi kita bisa menemukan simbol-simbol yang menjadi kebenaran pada objek ‘gelas’ dan ‘kopi’. Kehidupan memang tak lepas dari manusia, tapi kita juga tidak bisa melupakan teori-teori yang dibuat berdasarkan pemikiran manusia. Buktinya, analogi ‘gelas’ dan ‘kopi’ bisa kita sesuaikan tafsirannya dengan teori yang ada. Interpretasi terakhir dari kisah ini adalah memberikan bingkai sesuai dengan runtutan situasi kejadian. Hal itu bisa dinamakan sebagai signifikasi kreatif (Pierce).
Baca juga: Catcalling, Pembunuh Ruang Aman Bagi Perempuan
Penulis : Astri Apriliani Putri