Sejumlah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang tergabung dalam Aliansi UPI Bergerak menggelar aksi pada Selasa (18/7). Mahasiswa menyuarakan keresahannya terkait Uang Kuliah Tunggal (UKT). Aksi ini ditujukan untuk menyuarakan keresahan mahasiswa serta menjadi gerakan awal mahasiswa UPI untuk merespon kebijakan kampus.
Jika dirunut, hampir genap 10 tahun mahasiswa menggelar aksi terkait UKT karena pelaksanaannya dinilai kurang solutif dengan berbagai masalah yang hadir di lapangan. Aksi Sekarat (Saatnya Evaluasi Rektorat) merespons beberapa tuntutan yang diantaranya permasalahan UKT, fasilitas kampus, kuota KIP-K, dan permasalahan terkait lainnya.
Sejumlah masalah tersebut nampak konstan dari tahun ke tahun, yakni besaran UKT yang tidak dapat terpenuhi, ataupun besaran yang kurang sesuai dengan keadaan ekonomi mahasiswa. Akses terhadap pendidikan yang seharusnya dijamin oleh pemerintah kemudian diberedel karena terbitnya Permendikbud No. 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal. Terbitnya kebijakan tersebut membuat mahasiswa harus merasakan pendidikan yang mahal. Bahkan beberapa mahasiswa harus terhenti masa studinya akibat tidak bisa membayar biaya perkuliahan.
Menurut massa aksi, kampus pernah menarasikan skema relaksasi biaya UKT. Formulasi ini sempat terjadi pada masa kritis pandemi COVID-19 tahun 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbud No. 25 tahun 2020 terkait Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi. Di dalamnya, terdapat bentuk relaksasi biaya UKT untuk para mahasiswa karena pada saat itu, hampir seluruh sektor ekonomi terdampak pandemi. Namun, seiring berjalannya waktu, keringanan tersebut tidak lagi hadir. Sehingga belum ada solusi yang mutakhir dari permasalahan ini.
“Masih normatif ya kalau sekarang. Padahal di awal narasinya ditujukan untuk melakukan verifikasi ulang bagi mahasiswa yang terdapat kesalahan input mengenai slip gaji, namun makin kesini hanya berupa cicilan saja” ujar Syifa, salah satu massa aksi.
“Pihak rektorat selalu mengatakan tidak ada mahasiswa yang berhak berhenti kuliah karena biaya. Tapi kenyataannya, belum ada mekanisme yang lebih solutif untuk menanggulangi hal ini” lanjut Syifa.
Sejauh ini belum ada respon dari Rektorat terkait aksi yang diusung mahasiswa hari ini.
Meskipun demikian, aksi yang dilaksanakan masih terlampau jauh dari kata sukses. Karena pada dasarnya aksi kampanye ini ditujukan untuk memantik mahasiswa lainnya agar ikut terdorong serta melakukan gerakan-gerakan berikutnya. Perlu adanya penjelasan dan data terperinci dari masalah UKT ini agar solusi yang dihadirkan bisa lebih berdampak dan terukur.
Baca juga: Potret Mahasiswa UPI di Akhir Pembayaran UKT
Reporter: Hasbi Ramadhan dan Rifqi Zainal Muttaqin
Editor: