Jumat (6/3), adalah hari pertama diadakannya pergelaran drama sunda oleh Teater Lakon. Pergelaran yang bertempat di Gedung Amphitheater ini akan digelar sampai hari Minggu (8/3) dengan tiga sesi di tiap harinya. Sesi satu dilaksanakan pukul 09.00, sesi dua pukul 13.00, dan yang terakhir sesi tiga pukul 15.30. Cerita yang disajikan berangkat dari naskah berjudul ‘4G: Gara-Gara Gadget’ karya Kamil Mubarok dan disutradarai oleh Bobby Getih.
Sinopsis Cerita Pergelaran
Pertunjukan diawali dengan lampu yang disorotkan ke tengah panggung disertai dengan asap tipis berwarna putih dari balik layar. Adegan pertama menceritakan tentang keluarga Luna yang selalu sibuk dengan gawainya masing-masing. Ayah, ibu, dan kakaknya tidak pernah meluangkan waktu untuk Luna sehingga gadis kecil itu merasa kesepian. Bukan hanya keluarga, teman-teman sebayanya pun mulai sibuk dengan gawai dan mulai meninggalkan permainan tradisional. Luna tidak mau hidup di dalam gawai, ia ingin memainkan permainan sungguhan.
Luna pun memutuskan untuk bermain sendiri. Ketika sedang merenung, tiba-tiba ia diculik oleh Tante Bella dan asistennya. Alih-alih memberontak, Luna justru malah senang karena di rumah Tante Bella ia memiliki banyak teman yang bisa diajak bermain tanpa gawai. Kemudian Tante Bella menghubungi keluarga Luna untuk meminta tebusan, tetapi keluarganya seolah tidak peduli. Keluarga Luna masih saja sibuk dengan urusannya meskipun menyadari fakta bahwa saat ini Luna tengah diculik. Bahkan mereka masih sempat bersantai dan bermain game melalui gawainya.
Tante Bella yang merupakan seorang penculik merasa kesal dan melaporkan kasus ini ke kantor polisi. Ia melaporkan keluarga Luna atas dasar penelantaran terhadap gadis kecil tersebut. Kasus ini pun dibawa ke pengadilan. Sidang pertama berlangsung panas dan sedikit ricuh sehingga persidangan ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan. Sejak saat itu, Luna kembali menyendiri dan kesepian.
Baca juga: Filosofi Iwan Simatupang dalam Bulan Bujur Sangkar
Suasana Pertunjukan
Tidak hanya dialog antartokoh, pertunjukan ini dipercantik oleh penampilan monolog, seperti saat Luna meluapkan kekesalan dan rasa kecewa terhadap keluarganya yang lebih sering memerhatikan gawai daripada dirinya. Selain itu, pertunjukan ini juga dihiasi oleh lelucon ringan dan beberapa lagu yang dinyanyikan langsung oleh para pemain. Tata lampu dan properti yang digunakan juga sangat mendukung pementasan yang luar biasa ini.
Ditinjau dari isinya, pertunjukan ini mengandung banyak kritik sosial yang sangat relevan dengan kehidupan saat ini. Kritik yang paling menonjol adalah penggambaran mengenai pengaruh gawai terhadap kehidupan masyarakat. Di mana banyak orang dewasa yang terlena oleh kecanggihan gawai sehingga mereka lebih memilih benda pipih tersebut daripada mendengarkan keluh kesah anak-anak mereka. Kemudian, digambarkan pula bahwa permainan tradisional, seperti layangan, kelereng, bahkan Majalah Bobo mulai menghilang seiring dengan perkembangan zaman. Anak-anak sudah mulai hilang minat terhadap permainan semacam itu dan lebih tertarik pada permainan yang ada di dalam gawai mereka.
Pertunjukan dengan durasi sekitar 90 menit ini tidak hanya disaksikan oleh warga UPI, tetapi juga oleh beberapa SMA yang ada di Bandung. Kemeriahan dan riuh tepuk tangan terdengar ketika pertunjukan ini berakhir. Kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi mengenai cerita yang baru saja dipertunjukkan tersebut.