Kartini dan Pertiwi

Bandung, 24 Maret 2024
Oleh Daffa Nurif’at. A

Kini pukul 1 dini hari
Ayam belum berkokok sepagi ini
Sapa pertamaku padamu hari ini
Kepada yang terhormat, RA Kartini

Lewat surat ini
Saya mencoba belajar berani
Belajar benahi diri
Agar giat pertahankan negeri

Kartini
Bagaimana kabarmu hari ini?
Puaskah melebur bersama Pertiwi?
Bagaimana rasanya satu dengan bumi?
Nikmatkah hasil tanah negeri yang lama terjajahi?

Pastikan kabar burung terus mengapung
Menggapai langit dan awan yang membumbung
Mencakar segala yang buat bingung
Merobek kancah bumi hingga ke sumsum

Nampak hari ini tak ada lagi kilat lapar ilmu pada sekian sarjana
Pemuda dan pemudi kian berbaur bercampur budaya
Yakinlah ada satu dua yang idealis
Namun yang ku papasi terlampau realistis
Sungguh ironi satu bangsa kini apatis
Tiada lagi kaula muda bernafsu anarkis

Ngarainya kian menganga
Sungguh nyata ujung tanduk nasib negeri kita
Entah mau dibawa kemana tujuannya
Maju mundur masih sama hancurnya

Baca juga: Sastra Cyber : Antara Peluang dan Ancaman

Bangsa ini terlampau bongak
Bangsa ini terlanjur congkak
Kedunguan makin merajalela
Tak sadar diperguna para penguasa

Raja kini berasal dari bangsa pribumi
Tangannya anyir sebab ia bantai bangsa sendiri
Jutaan orang mati, demi pertahankan oligark
i

Ungkapmu, “habis gelap terbitlah terang.”
Tapi tiada terang selayang pandang
Hanya kelamnya jurang yang dapat dikenang

Tak sakitkah engkau melebur dengan bumi?
Dikala bangsa sendiri mengkhianati
Meludahi dan menggagahi dengan tahi

Kartini
Tiada akhir dari penderitaan ini
Tiada akhir dari kabar surat ini
Tiada akhir situasi anomali masa kini
Tiada akhir diksi ‘tuk kabari apa yang terjadi

Tertanda, egalitarian sejati
Kembalilah tidur diinjaki bangsa sendiri
Mohon maaf bilamana tak mengiringi doa
TUAN-ku tak sudi disetarakan dengan rakyat jelata

Penulis: Daffa Nurif’at. A
Editor: Diana

Baca juga: Demokrasi Membiarkan Sosok Inkompeten Berkuasa