Puisi-Puisi Faisal Syahreza

Hidup Sejenak dalam Sebuah Novel

Tidak ada bentuk struktur yang kukenal
            sama sekali–
            luar biasa, ini di luar dugaanku!

semula, sisi karakter yang paling–
            tidak, mempertemukan kita
ialah sebuah plot, nyaris ganjil
            hingga aku mendalaminya

            penuh gunjingan; disebut halusinasi
            kepalang basah; keadaan rentan
            bertukar mimpi; jurang keyakinan

ternyata, Eufrasia & aku
            menemukan huruf dan nama
adalah kerja sama untuk saling
            melupakan seumur usia
membaca;

bacalah! air mata & neraka tak bisa
            bersua.

            kadang tiada ujungnya
            dalam prosesinya
sampai kita lupa, sedang pura-pura
            percaya
tidak ada bahagia. tidak ada dunia ini.

2024

.

Cici
buat Stefany Candra

kita telah mencoba
menutupi telinga mereka—
            dari derit engsel jendela
            lama tak terbuka
agar tiada bising menciderai hening

& muram menggantikan datar hari
lewat gelombang suara.

            sekali lagi, mengapa perih
ada pada sekadar bunyi?

mungkin geletar lebih kekal
menyimpankan bahasa
dan gambar-gambar hidup
jadi gema memori

kita terus & terus menarikan waktu
kita lupa memeluk ringkih tubuh masing-masing—
            musim berputar; murung terkurung

            apa aku sudah/akan diletakan
pada celah kesunyian yang lain lagi?

            apa kamu telah/selesai membenci
pancaroba tahun ini di sebuah ranjang?

Cici, lapisan perasaanku juga mengelupas
            di langit Jakarta bagianmu
bersama orang-orang yang ingin
mendengarmu lagi

hidupmu, hidupku—bukan

            prototipe cinta; ilusi optik
            doa yang noise; fitur harap
            lap mimpi; serbuk nestapa
            gisik suka-cita; kepal dosa

hidup & mati
hanya penolakan dari sementara

jadi buatlah aku gembira
pita suaramu               masih mahkota.

.

Memei
buat Christya Putri

mari kita patahkan
            keyakinan mendalam
tentang warna kulit & bentuk mata
            menjauhkan kita!
perihal tak terelakan itu
           malah mengukuhkan
jalan berliku/terjal
            tiada jawaban
untuk apa tercipta darah & gen
           jika untuk melebur?

           mengukur tanah seperti apa
yang pertama mencipta
            manusia (meski kau menyukai
mengatakan itu debu, barangkali)

Tuhan tiupkan
           ruh ke dalamnya
untuk kemudian—

           mereka, leluhur kita
           membagi wilayah
berdasar pada;

           kandung nafsu gunung; jalar nadi hutan;
pusat selangkangan sungai; tapak pundak gurun;
            lembaran lembah; undakan batu-batu;
tafsir firman langit; kitab di kayu-kayu pohon
           pula daunan/kulit binatang.

huruf yang dipakai berbeda
            tiap bahasa menua dan purba
dengan sendirinya berkembang, bertumbuh
            makin riuh.

sampailah tiba padamu, kini
           yang lebih senang kais
 satu kata/kalimat
           dalam nafas kosong
di kamar—pada bentang kota
           asing bagi masa
kecil tentang rumah di kepalamu.

           kau itulah
repihan membulan; benih perjamuan—
           akan menyertai doa pulangmu
           ke tujuan yang masih
samar. sama rata di bawah
           temaram lampu
menempa tumpukan sisa pekerjaan
           sepekanmu, semata-mata
untuk itukah, kita berulang
                                  jatuh & cinta?

2023

.

Penulis: Faisal Syahreza

Tentang penulis:
Faisal Syahreza, lahir di Cianjur 3 Mei 1987. Sastrawan yang memperoleh penghargaan untuk bidang puisi, dari MASTERA (Majelis Sastra Asia Tenggara) tahun 2020. Bersama sahabat-sahabatnya membuat Ngawitan Ruang Tumbuh, di kota kelahirannya. Merupakan Anggota Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS UPI) dan Main Teater Bandung. Menulis beberapa buku puisi dan novel, juga drama.

Baca Juga: Membawa Sastra ke Layar: Ekranisasi Cerpen Corat-Coret di Toilet