Mengatasi, bukan Menghindari Konflik

Seisi dunia dipenuhi oleh makhluk yang beragam, kita tahu akan hal itu. Keberagaman menjadikan tiap makhluk mempunyai “nilai” berbeda yang tertanam dalam benak mereka. Pengetahuan dan pengalaman yang membentuk nilai tersebut.

Keberagaman budaya, agama, ras, etnis, dan ideologi dapat menciptakan persepsi berbeda tentang apa yang benar dan salah atau baik dan buruk. Saat nilai yang dipegang berbeda dengan orang lain, kita cenderung menilai mereka sebagai hal yang “salah”. Persepsi seperti demikian dapat memicu prasangka, stereotipe, dan diskriminasi.

Kamu dan temanmu pasti punya pandangan berbeda dalam menilai satu hal, misalnya, coba tanya pada temanmu bagaimana ia melihat dirimu. Jika jawabannya mirip dengan pemikiranmu, pasti intensitas kebersamaan kalian tinggi. Akan tetapi, jika ada perbedaan, tak apa karena itu yang membuat dunia jadi menyenangkan untuk ditempati, kan?

Mengatasi, bukan Menghindari Konflik
Iron Throne dalam Game of Thrones. Sumber: Pinterest

Konflik dan Masalah, Serupa tapi Tak Sama

Berbicara soal konflik, ia sering disinonimkan dengan masalah. Hal itu tidak sepenuhnya benar karena menurut saya, konflik dipicu dari masalah dibiarkan untuk tidak diselesaikan sampai akarnya. Mari bedah satu per satu perbedaan definisi dari keduanya.

Realita yang tidak sesuai ekspektasi adalah definisi singkat dari masalah. Sedang konflik merupakan masalah yang berkelanjutan dan melibatkan interaksi sosial yang kompleks. Jika masalah sebagai suatu kondisi statis, konflik adalah proses dinamis yang melibatkan interaksi antara individu atau kelompok. Konflik seringkali melibatkan emosi yang kuat, persepsi yang berbeda, dan perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan atau sumber daya. Tapi tetap saja, keduanya bisa berubah tergantung pada konteksnya.

Baca Juga: Hari Sarjana Nasional: Ketika Pendidikan Tinggi Menemui Tantangan Pasar Kerja

Perbedaan lain terletak pada tingkat intensitas. Masalah dapat diselesaikan dengan cara yang relatif sederhana dengan mencari solusi. Namun, konflik membutuhkan upaya yang lebih besar untuk mengatasinya karena melibatkan perubahan sikap, persepsi, dan hubungan antarpihak. Selain itu, konflik juga dapat berdampak lebih luas, tidak hanya pada individu yang terlibat langsung, tetapi juga pada lingkup yang lebih besar.

Memahami perbedaan antara konflik dan masalah sangat penting dan perlu agar seseorang dapat menentukan strategi penyelesaian yang tepat. Jika salah mengidentifikasi suatu situasi sebagai masalah, hal itu mungkin menghadirkan solusi yang tidak tepat dan justru menambah dampak buruk. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis secara mendalam akar masalah, kepentingan, dan kebutuhan masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik. Serangkaian hal untuk mengatasi konflik dapat disebut dengan manajemen konflik.

Small Council dalam Game of Thrones. Sumber: Pinterest

5 Langkah agar Konflik Tidak Berkepanjangan

Konflik adalah hal yang lumrah dalam kehidupan. Ia tidak dapat dihindari, tetapi dapat diatasi agar tidak menimbulkan kerugian. Berikut adalah lima langkah untuk mengatasi konflik menurut Liz Kislik, konsultan manajemen dan bisnis:

  1. Identifikasi Akar Konflik

Langkah pertama adalah mencari akar masalah. Siapa yang terlibat? Apa yang menjadi pemicu konflik? Menggali dan menemukan sumber adalah kunci untuk mencari solusi yang tepat. 

  1. Komunikasi Terbuka dan Jujur

Komunikasi yang efektif menciptakan jembatan untuk menyelesaikan konflik. Ciptakanlah ruang aman bagi semua pihak untuk mengungkapkan perasaan dan pendapat tanpa menghakimi. Mendengarkan dengan empati adalah kunci penting dalam langkah ini. 

  1. Cari Titik Temu

Tidak semua konflik harus berakhir dengan kemenangan salah satu pihak. Mencari titik temu atau win-win solution adalah pendekatan yang lebih konstruktif. Proses yang sering dilakukan dalam tahapan ini adalah musyawarah mufakat.

  1. Libatkan Pihak Ketiga jika Diperlukan

Jika konflik semakin kompleks dan mengalami dead lock, pihak ketiga dapat dilibatkan untuk membantu. Tentu, pihak ketiga tidak dipilih dengan sembarang. Kriteria umum untuk menjadi pihak ketiga adalah orang yang tahu akan situasi konflik dan tahu cara mengatasi konflik dengan bijaksana.

  1. Jaga Hubungan antarpihak

Setelah konflik usai, menjaga hubungan yang baik adalah hal yang amat penting. Caranya dapat dilakukan dengan saling memaafkan, membangun kembali kepercayaan, melakukan kegiatan bersama, atau kegiatan apapun yang melibatkan pihak-pihak dalam konflik.

Mengatasi konflik sangat membutuhkan kesabaran, empati, dan kebijaksanaan. Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, diharapkan konflik dapat diselesaikan dengan baik dan hubungan yang harmonis dapat terjalin kembali. Semoga kamu dapat menghadapi dan mengatasi konflik dengan baik. Bukan malah menghindar dan memperpanjang konflik sampai dampak negatifnya dirasakan oleh anak cucumu.

Penulis: Labibah
Editor: Laksita Gati Widadi

Baca Juga: Silent Treatment: Fenomena Mematikan bagi Sebuah Hubungan