PAB Proker atau Alam: Mana yang Lebih Relevan dengan Mahasiswa Satrasia?

Hima Satrasia FPBS UPI kembali mengadakan kegiatan Pengukuhan Anggota Baru (PAB) pada tanggal 9 November 2025 lalu sebagai salah satu rangkaian kegiatan dari Mekanisme Penerimaan Anggota (MPA). Apabila tahun lalu PAB hadir dengan konsep berada di alam, kali ini PAB kembali hadir dengan konsep proker atau program kerja kembali diangkat setelah terakhir dilaksanakan pada tahun 2023. 

Program kerja milik mahasiswa baru angkatan 2025 yang berjudul “Simfoni Etika Berbahasa” atau yang disingkat sebagai SIESA. Proker tersebut dibagi menjadi dua kegiatan yang berfokus pada bahasa dan sastra, yaitu Lokakarya dan Panggung Sastra. Bertempat di Gedung PKM lantai 2, kegiatan ini menjadi ruang penting bagi angkatan 2025 untuk mengekspresikan kreativitas dan menumbuhkan rasa kebersamaan mereka. 

Bila kita melihat dengan seksama bagaimana perjalanan kegiatan PAB dalam beberapa tahun terakhir, konsep PAB yang diusung oleh Hima Satrasia selalu berbeda-beda, didasari oleh kebutuhan organisasi dan keadaan objektif angkatan tersebut. Meskipun begitu, keduanya sama-sama memiliki tujuan yang sama, menanamkan rasa kebersamaan antara satu sama lain. Namun, di antara PAB proker dan PAB di alam, mana, sih, yang lebih relevan dengan kondisi mahasiswa Satrasia?

PAB di Alam: Bentuk Merawat Historis Hima Satrasia

PAB ke alam pada dasarnya adalah bentuk historis Hima Satrasia yang telah dibangun dan dijalankan selama beberapa tahun ke belakang. Konsep ini menjadi tradisi yang menekankan kekolektifan dan rasa kebersamaan satu sama lain. PAB di alam ini berusaha untuk mencoba melihat bagaimana cara angkatan tersebut dapat menjaga satu sama lain di tempat yang hanya berisi mereka. 

Namun, karena PAB ke alam memiliki banyak rintangan, di antara lain adalah izin orang tua dan cuaca yang tidak menentu. Hal tersebut pun membuat banyak anggota tidak dapat mengikuti kegiatan PAB pada tahun 2024. Fariel, selaku Ketua Pelaksana MPA 2024, menyatakan bahwa pada saat dirinya melihat angkatan 2024, sifat militan dan kolektivitas yang ingin mereka bentuk pada akhirnya hanya tercapai kepada teman-teman yang mengikuti PAB di alam. 

“Melihat angkatan yang lalu (2024), apakah itu tercapai? Bisa dibilang cukup abu-abu. Sebetulnya, teman-teman yang ikut PAB tujuannya sudah tercapai, artinya memiliki sifat militan yang kuat dan kolektif di sana dan kalian bisa saling bergantung juga membantu satu sama lain. Ketika ada kegiatan yang mengharuskan bergerak saat malam hari, kalian pun masih bisa menjaga satu sama lain. Paling, pr-nya adalah tidak semua angkatan kalian merasakan, karena terbukti dari banyaknya yang tidak hadir, sehingga berpengaruh juga ke angkatan kalian,” katanya. 

Baca juga: Soeharto Pahlawan Nasional: Keironian dalam Cermin Semiotika

Nabil, selaku Ketua Angkatan 2024 pun merasakan hal yang sama, “Tercapai aja, tapi (berlaku) bagi orang-orang yang ikut ke PAB. Kalo misalkan yang ngga ikut, ya ngga bakal tercapai. Karena PAB-nya di alam dan pada saat itu memang banyak orang tua yang riskan untuk (mengizinkan) anak-anaknya ke alam. Terus, juga cuaca sedang tidak baik-baik saja, makanya banyak yang tidak ikut. Pada saat itu, cuma 63 orang. Hanya segitu doang yang merasakan dampaknya,” tuturnya.  

Bentuk PAB di alam memang memiliki potensi untuk membentuk sifat kolektif angkatan. Akan tetapi, karena PAB di alam sangat sulit dihadiri oleh mayoritas mahasiswa baru, karakter yang ingin dibentuk pada akhirnya hanya dirasakan oleh beberapa dari mereka yang hadir. Ketimpangan ini pada akhirnya membuat PAB di alam kurang dapat merangkul semua mahasiswa baru. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada kondisi angkatan tersebut. 

PAB Proker: Langkah Menumbuhkan Sikap Inovatif dan Kolektif

PAB proker sebetulnya merupakan bentuk baru dari PAB Hima Satrasia. Bentuk PAB ini awalnya hadir karena Covid-19 yang membuat banyak kegiatan harus terhenti, “PAB bentuk proker baru diadakan saat Covid-19, tapi itu ‘kan tuntutan kondisi lingkungan. Kalo (angkatan) 23 memang inovasi dari pengurus dan tahun ini kita coba untuk menyempurnakan lagi,” ujar Fariel.

Ada banyak faktor dan pertimbangan, sehingga pada akhirnya PAB proker menjadi konsep yang terpilih lagi pada tahun ini. Fariel, Ketua Bidang Pengembangan Organisasi selaku penanggung jawab kegiatan MPA, memaparkan bahwa karakter paling rendah yang dimiliki oleh mahasiswa baru angkatan 2025 adalah inovatif. Hal ini terlihat dari hasil penelitian terhadap mahasiswa baru tentang karakter mereka.

“Ketika penelitian mahasiswa baru tentang karakter mereka, salah satu karakter yang paling rendah adalah inovatif, dibandingkan karakter yang lain. Adanya PAB proker ini diharapkan bisa meningkatkan sikap dan juga karakter inovatif mereka, karena mereka dituntut untuk membuat suatu kegiatan dan tentu (sifat) kolektivitasnya juga,” jelasnya.

Kevin, selaku Ketua Pelaksana MPA 2025, menjelaskan bahwa selain berfokus untuk menumbuhkan kekolektifan pada angkatan 25, PAB proker juga dirasa dapat memancing ide-ide mahasiswa baru yang dapat ditumpahkan melalui program kerja mereka,

Kalo proker itu mereka memang sama, harus bagus dari segi kolektif, tapi tambahannya lebih menekankan ke inovatif juga, karena mereka menyusun program kerja,” ujarnya.

Ketua Angkatan 2025 sekaligus Ketua Pelaksana kegiatan SIESA, yaitu Rio, menjabarkan bahwa banyak hal yang bisa didapatkan dari PAB proker, baik untuk diri sendiri maupun untuk segi kolektifnya,

“Karena kebetulan Rio diamanahkan sebagai panitia inti, itu memberikan manfaat tersendiri. Karena, ya, bagaimana me-manage waktu, menjadi seorang pemimpin yang baik, mengelola kegiatan, bagaimana menumbuhkan rasa kerja sama dan solidaritas sesama dalam membangun kegiatan yang luar biasa ini,” jelasnya.

PAB proker ini juga menjadi tempat mahasiswa baru angkatan 2025 dapat mengenal satu sama lain lebih jauh,

“Kami sebagai angkatan 25 di kegiatan ini yang tadinya mungkin sedikit perlu beradaptasi lebih. Tetapi, karena kegiatan kemarin, kami bisa saling mengenal satu sama lain lebih jauh lagi. Karena, secara tidak langsung kami menerapkan nilai nilai yang sudah disampaikan ketika LDKM (Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa) ataupun ketika MaBim (Masa Bimbingan) yang di mana nilai-nilai dan ilmu pengetahuan seputar kepemimpinan dan manajemen waktu itu kami coba terapkan bersama-sama dalam kegiatan ini,” papar Rio. 

Proker vs Alam: Jadi, Mana yang Lebih Relevan?

Setelah melihat berbagai sisi dari masing-masing bentuk PAB, pada dasarnya keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu membangun rasa kolektivitas. Hanya saja, mereka hadir dengan cara yang berbeda, merujuk pada kondisi objektif mahasiswa baru. Lantas, bentuk PAB mana yang lebih relevan dengan kita sebagai mahasiswa?

Jika kita perhatikan, PAB proker tentu memiliki poin tambahan dibanding dengan PAB di alam. Melalui proses pengerjaan proker tersebut, kita bisa melihat fokus keahlian masing-masing anggota dan bagaimana cara mereka bekerja dalam suatu kelompok. Hal ini tentunya akan memudahkan mahasiswa baru nantinya dalam bergerak bersama. Entah dalam kegiatan di luar kampus maupun di dalam kampus. 

Pengalaman bekerja di suatu kepanitiaan, yaitu mengelola kegiatan, kerja sama tim, menjadi pemimpin, tidak akan terlupakan begitu saja. Hal tersebut akan sangat bermanfaat di perkuliahan nanti. Mengingat akan banyak kegiatan di dalam kampus yang membutuhkan kepanitiaan. Misalnya seperti penelitian, pagelaran, dan sebagainya, “PAB proker bisa jadi salah satu pengalaman yang baik dalam mengelola kegiatan, tim, menjadi seorang pemimpin, (hal) itu bisa lebih relevan dibandingkan ke alam,” ujar Fariel. 

PAB dengan bentuk proker juga membantu mahasiswa baru untuk lebih mengenal bahasa dan sastra. Kita bisa menengok PAB proker milik angkatan 2025 kemarin dengan mengangkat isu perkembangan bahasa yang dekat dengan mereka, mulai dari campur kode hingga pengaruh  globalisasi bahasa.

“Program kerja kemarin menjadi salah satu bentuk pengamalan dan dirasa lebih relevan, (hal) itu memberikan manfaat yang langsung terhadap karakter akademik maupun nonakademik, apalagi yang berhubungan dengan bahasa dan sastra Indonesia,” ujar Rio.

PAB sebagai Ruang untuk Berkembang

Dapat disimpulkan bahwa PAB proker menawarkan hal yang lebih menguntungkan dibanding dengan kegiatan PAB di alam. Mulai dari cara kerja kepanitiaan hingga pengetahuan terkait bahasa dan sastra. Ia menawarkan proses berpikir, berorganisasi, perencanaan, berinovasi, serta mengevaluasi kegiatan yang telah mereka lakukan. Proses-proses tersebut merupakan bekal yang dapat mereka gunakan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Pada akhirnya, apapun bentuk PAB-nya, tetap ada hal yang sama-sama harus dijaga dan disampaikan melalui kegiatan tersebut. Mulai dari tujuan PAB itu sendiri, relevansi dengan kebutuhan angkatan, juga profesionalitas dalam bekerja sama dengan teman-teman lainnya. Sebagai ruang untuk berkembang, PAB seharusnya dapat menjadi ruang pembentukan karakter dan kolektif terlepas dari apapun bentuknya. 

Penulis: Neisya Amalia Putri

Editor: Aliyah Iffa Azahra

Baca juga: Tinta Emas Rendra dan Dengung Suara Perlawanan