Filologi di Masa Kini

Di era yang serba canggih ini, masih perlukah kita mengkaji naskah-naskah dari masa lampau?

Pertanyaan itu mungkin banyak terpikirkan oleh masyarakat awam yang tidak menyadari pentingnya mempelajari masa lampau. Bung Karno pernah berkata bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak lupa terhadap sejarah. Untuk mempelajari kebenaran  yang ada di masa lampau maka perlu bukti berupa teks atau naskah yang berisi penjelasan mengenai masa lampau. Entah itu mengenai aspek kehidupan seperti adat, kebiasaan, pengobatan, ajaran agama, ajaran moral,  politik, sosial, bahasa, dan lain sebagainya yang memberi gambaran kehidupan pada zaman tertentu. Meski kita sudah memasuki era modern di mana teknologi menjadi sumber utama untuk mempermudah kegiatan manusia, bukan berarti kita berhenti mempelajari kehidupan masa lampau.

Filologi adalah jembatan bagi masa kini dan masa lampau, mempelajari teks dengan bahasa dan aksara yang sudah mati menjadi hidup dan dipahami makna yang terkandung di dalamnya adalah tugas seorang Filolog. Filologi dipandang sebagai sebuah ilmu yang mempelajari ilmu sastra dalam kaitannya dengan bahasa, sastra, serta budaya masa lampau (Baried, dkk. 1985: 1). Filologi membedah mulai dari teks, konteks, wacana, dan lain-lain hingga pada nilai-nilai yang terkandung dalam teks lampau. Filologi membantu kita mencari nilai apa saja dari masa lampau yang memiliki peran penting dalam keilmuan saat ini.

Telah diketahui bahwa suku bangsa Indonesia sangat beragam dan tersebar luas. Dalam satu suku bangsa tentu memiliki catatan sejarahnya masing-masing yang tertulis dalam naskah kuno suku bangsa tersebut. Namun, permasalahannya naskah kuno yang tersebar di Nusantara belum semua ditemukan. Bahkan ketika ditemukan, orang-orang akan kesulitan mempelajarinya. Untuk mempelajari nilai-nilai budaya masa lampau suatu suku bangsa maka di sinilah Filologi berperan.

Tugas seorang Filolog adalah menentukan naskah yang asli sebab terjadi banyak perbedaan ketika ditemukannya teks yang membahas hal yang sama namun isinya berbeda dikarenakan penyalinannya yang kurang teliti atau alasan lainnya. Jika tujuan dari seorang Filolog adalah untuk menemukan naskah yang asli sama dengan seorang Filolog mencari kebenaran yang sesungguhnya terjadi dalam sejarah untuk diterjemahkan supaya dapat dipahami. Namun penelitian yang terpisah-pisah, tercecer, dan belum terselidiki menjadi kesulitan bagi penelitian Filologi dapat diterima oleh disiplin ilmu.

Lalu kembali lagi ke pertanyaan awal, di era yang serba canggih ini, masih perlukah kita mengkaji naskah-naskah dari masa lampau? Tidak bisa dipungkiri jika kehidupan modern yang semakin kompleks dan majemuk, orang-orang akan lebih fokus mempelajari ilmu yang berpengaruh terhadap kehidupan seperti misalnya bisnis.

Di masa kini, masyarakat umumnya menganggap kebudayaan sebagai kebutuhan tersier yang akan dipenuhi jika kebutuhan primer dan sekundernya sudah lengkap. Ketidaksadaran mengenai nilai budaya itulah yang menjadikan naskah hanya sebagai barang antik yang maknanya sendiri susah diterima di masyarakat modern. Karena keterbatasan pemahaman mengenai bahasa dan kajian kebudayaan dari masa lampau yang mungkin dirasa tidak diperlukan pada masa kini, menjadikan Filologi sulit diterima di masyarakat.

Untuk dapat diterima di masyarakat, naskah-naskah dari masa lampau tidak hanya dialihbahasakan menjadi jurnal ilmiah atau hal lainnya yang hanya berbentuk bacaan. Namun, harus dialihwahanakan dengan menimbang estetika yang dianut masyarakat populer (saat ini), bukan berarti menjadi karya populer, tetapi menyesuaikan segala hal agar dapat diterima dengan baik. Alih-alih menerjemahkan naskah lampau, Filologi mestilah mendorong kita untuk membentuk karya-karya baru dengan mempertimbangkan nilai yang ada di masa lampau menjadi sesuatu yang bisa dikonsumsi masyarakat masa kini.

Baca juga: Menilik Pesan di Balik Drama Satu Babak: Awal dan Mira

Penulis: Kiki Rizki Amelia