Kajian Mimetik pada Cerpen Penguburan Tersunyi Karya AK. Basuki

Karya sastra berangkat dari permasalahan sosial masyarakat sehingga sering kali ketika menikmati suatu karya sastra, kita menjumpai nilai-nilai sosial yang terkandung di dalam karya sastra tersebut. Hal tersebut sering kali kita jumpai dalam karya sastra prosa, salah satunya cerpen. Cerpen lahir dan berkembang dengan sendirinya sebagai sebuah genre pada cerita atau menceritakan fenomena sosial yang ada dalam masyarakat dan sekitarnya. Maka dari itu, dalam cerpen ini dilakukan kajian mimetik, hal tersebut dikarenakan terdapatnya kesamaan alur antara alur di dalam cerpen dengan di dunia nyata.

Apa itu Kajian Mimetik?

Abrams berpendapat bahwa untuk mengkaji karya sastra setidaknya ada empat pendekatan terhadap karya sastra, yaitu ekspresif, pragmatik, mimetik, dan objektif. Keempat pendekatan ini dibedakan dari peran yang ditonjolkan. Pendekatan ekspresif menonjolkan peran penulis sebagai pencipta karya sastra. Pendekatan pragmatik menonjolkan pembaca sebagai penghayat karya sastra. Pendekatan mimetik menonjolkan karya sastra sebagai tiruan alam atau dunia nyata, dan pendekatan objektif menonjolkan peran karya sastra sebagai sesuatu yang berdiri sendiri (Teeuw, 1991). Kata mimesis (bahasa Yunani) berarti tiruan. Teori mimesis menganggap karya sastra sebagai tiruan alam atau kehidupan (Abrams, 1981). Secara konseptual dan metodologis, pendekatan mimetik/mimesis, yaitu menempatkan karya sastra sebagai: (1) produk peniruan kenyataan yang diwujudkan secara dinamis, (2) representasi kenyataan semesta secara fiksional, (3) produk dinamis yang kenyataan di dalamnya tidak dapat dihadirkan dalam cakupan yang ideal, dan (4) produk imajinasi yang utama dengan kesadaran tertinggi atas kenyataan.

Representasi Masalah Sosial pada Cerpen “Penguburan Tersunyi” karya AK. Basuki

Representasi sosial adalah sistem nilai, ide, metafora, keyakinan, dan praktik yang berfungsi untuk membangun tatanan sosial, mengarahkan peserta, dan memungkinkan komunikasi di antara anggota kelompok dan komunitas (Sammut & Howarth, 2014: 1800). Representasi masalah sosial yang muncul pada cerpen “Penguburan Tersunyi” ini, yaitu sebagai berikut.

1. Kesulitan Menjadi Orang Tua Tunggal

Banyak yang memutuskan dan memilih untuk menjadi orang tua tunggal karena berbagai faktor. Dalam cerpen ini, faktor yang mengakibatkan tokoh Ibu menjadi orang tua tunggal, yaitu faktor kematian suaminya. Kematian suami membuat perempuan menjadi orang yang bertanggung jawab terhadap kelanjutan hidup keluarganya (Pranandari, 2011). Dilansir dari postkatanews.com data tahun 2011 menyebutkan, bahwa jumlah perempuan Indonesia yang menjadi kepala rumah tangga mencapai tujuh juta orang. Peristiwa kehilangan pasangan menjadi awal bagi perempuan untuk menjadi orang tua tunggal dalam kehidupan selanjutnya.

2. Depresi

Depresi yang terdapat pada cerpen ini disebabkan oleh kesulitannya tokoh Ibu saat menjadi orang tua tunggal. Kesulitan tokoh Ibu menjadi orang tua tunggal menyebabkan kelelahan fisik dan mental. Perubahan yang terjadi akibat kematian pasangannya mengharuskan perempuan sebagai orang tua tunggal bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kehidupan keluarga selepas ditinggalkan sang suami. Hal tersebut diungkapkan oleh Fassinger dan McLanahan (dalam Pranandari, 2011) bahwa keharusan orang tua tunggal perempuan memenuhi semua kebutuhan keluarga, anak, serta kebutuhan dirinya sendiri membuatnya mengalami stres yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan yang masih memiliki suami.

3. Kemiskinan

Dalam cerpen ini, faktor kemiskinan disebabkan oleh suaminya yang meninggal dunia sehingga beban hidup yang ditanggung oleh tokoh Ibu sebagai orang tua tunggal sangat berat. Perempuan yang menjadi orang tua tunggal dihadapkan pada permasalahan-permasalahan baru dalam hidupnya karena tanggung jawabnya menjadi lebih besar serta harus menghadapinya seorang diri. Orang tua tunggal yang mengalami permasalahan finansial tersebut, dapat mengalami depresi dan berkurangnya kepercayaan diri (Olson, DeFrain, & Skogrand, 2010).

Baca juga: Sajak Kesaksian 1/5 Abad

4. Fenomena Berhutang

Dalam cerpen ini, fenomena berhutang disebabkan oleh faktor kemiskinan. Kepergian tokoh Ayah, membuat tokoh Ibu menjadi orang tua tunggal dan menanggung beban hidup yang berat. Karena tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, tokoh Ibu memutuskan untuk meminjam uang atau berhutang. Utang telah menjadi pilihan perilaku ekonomi masyarakat yang banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya masyarakat yang menggunakan alternatif berhutang untuk menutupi kekurangan penghasilannya tiap bulan (dalam Chien & Devaney, 2001).

5. Kriminalitas

Dalam cerpen ini, kriminalitas dilakukan oleh tokoh Ibu kepada seorang wanita penagih hutang. Semenjak tokoh ayah meninggal dunia, tokoh Ibu menjadi tertekan oleh beban hidup dan kecemasan yang dialaminya karena ia menjadi orang tua tunggal sehingga ia melakukan sebuah kesalahan yang besar. Dari hal tersebut, faktor kemiskinan sangat berpengaruh besar terhadap tindakan kriminalitas yang melanggar norma sosial yang berlaku di masyarakat. Keadaan sosial-ekonomi yang kurang dan potensi keimanan yang tipis akan mudah melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang ada (Sujarwa, 2001:104).

6. Rasa Penyesalan yang Sangat Besar

Di dalam cerpen “Penguburan Tersunyi” ini rasa bersalah atau menyesal digambarkan oleh tokoh Ibu yang merasa menyesal telah melakukan sebuah kesalahan. Rasa bersalah atau rasa penyesalan muncul saat sesudah melakukan sebuah kesalahan, dalam realita sosial individu yang memiliki rasa bersalah biasanya melakukan sebuah tindakan untuk memperbaiki tingkah laku. Menurut Namroe (1974), rasa bersalah dapat mendorong individu untuk memperbaiki tingkah laku, hal ini dikarenakan individu tersebut memiliki kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan.

7. Kerenggangan Hubungan antara Orang Tua dan Anak

Dalam cerpen ini, kerenggangan antara orang tua dan anak disebabkan oleh hubungan antara orang tua dan anak yang terbatas dengan jarak, hal tersebut menyebabkan sebuah kerenggangan. Meninggalkan anaknya selama berkali-kali membuat tidak tumbuhnya perasaan emosional antara ibu dan anak. Hal tersebut banyak dijumpai pada masyarakat saat ini, di mana ibu yang tega meninggalkan anaknya yang secara tidak langsung hal tersebut berdampak pada psikologis anak. Menurut Tina B. Tessina, seorang psikoterapis mengatakan bahwa di momen anak beranjak dewasa, perlu pertumbuhan emosional antara ibu dan anak. Pertumbuhan emosional anatara ibu dan anak dapat menjalin hubungan yang harmonis.

Baca juga: Filologi di Masa Kini

Penulis: Shahnaz Jihan Hanifah