Kamis (16/07), di tengah kondisi Covid-19, DPR-RI akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Sebagaimana telah diketahui, pada Februari lalu, pemerintah telah menyerahkan draf RUU tersebut kepada DPR-RI.
Pada saaat penyerahan tersebut, RUU Cipta Kerja menuai banyak kontroversi dan penolakan secara luas dari berbagai kalangan masyarakat. Ada sebelas sektor yang menjadi target, salah satunya menyosor sektor pendidikan.
Omnibus Law akan menghapus tiga pasal dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 67, 68, dan 69 menjadi target untuk dihapuskan. Pasal-pasal tersebut berisi tentang pemalsuan dokumen ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan vokasi.
Rancangan itu juga akan menghapus makna kata berasaskan kebudayaan di beberapa pasal dalam UU No. 20 Tahun 2003. Dihapusnya pasal tersebut berpotensi menjadikan pendidikan asing mendominasi dari pendidikan berbudaya Indonesia.
Selain itu, RUU menghapus pasal 63 dalam UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi terkait pengelolaan anggaran pendidikan secara mandiri. Tentu, hal tersebut membuat sektor pendidikan berpotensi untuk dikomersialisasikan.
Dalam menyikapi pasal yang dinilai kontroversial dalam sektor pendidikan tersebut, Isola Menggugat, sebagai aliansi yang berlatar belakang dari kampus pendidikan mengambil sikap untuk menolak pengesahan RUU Cipta Kerja. Sebelumnya Isola Menggugat mengadakan konsolidasi pada hari Rabu (15/07) pukul 19.00 WIB. Konsolidasi tersebut membahas tentang tindak lanjut Uang Kuliah Tunggal dan sikap terhadap permasalahan RUU Cipta Kerja.