Pergelaran Sanggar Sastra 2019: Memanusiakan Hewan dan Menghewankan Manusia

“Anjing itu telah berpindah ke hati yang lain.” —Arifin C. Noer

Rabu (4/12), Pergelaran Sanggar Sastra 2019 menyelenggarakan pertunjukan yang bertajuk “Kisah Cinta dan Lain-Lain” karya Arifin C. Noer. Acara yang berlangsung di Gedung Kebudayaan Amphiteater UPI ini berlangsung dua sesi dalam satu hari: siang dan malam.

Pintu penonton untuk sesi dua dibuka pukul 18.30, bagi 100 penonton pertama mendapatkan totebag menarik. Di saat masuk ke dalam, suasana syahdu yang diiringi musik “Kisah dari Selatan Jakarta” dibawakan oleh penata musik sambil menunggu acara tersebut dimulai.

Sambutan-sambutan mulai dilantangkan pukul 19.13 lalu pukul 19.22 acara inti baru benar-benar dimulai. Dibuka oleh penata musik, lalu masuk dua aktor berperan. Kisah dimulai tentang anjing yang tidak bisa diobati meski sudah memanggil profesor sekalipun. Acara diwarnai dengan komedi dan adu mulut hingga layar gelap.

Panggung kembali terang, seorang aktor melakukan sedikit komedi dengan mengambil buku yang ternyata buku Fonologi. Lalu datang dukun bayaran. Setelah bercakap-cakap, dukun bayaran tersebut melakukan ritual yang membuat seisi gedung bau dupa dan berasap. Singkat cerita, anjing tersebut mati. Sang pemilik ingin mengumumkan kepada siapa pun bahwa anjingnya tersebut telah mati, sang sopir disuruh memanggil wartawan, tetangga pun berdatangan. Saat itu juga, sang sopir yang sering menggoda pembantu di rumah itu didatangi oleh seorang perempuan yang ingin meminta pertanggung jawabannya kepada sopir tersebut. Setelah sopir tersebut pergi dengan perempuan, datanglah seseorang berlarian terburu-buru mencari sopir tersebut, ia ingin mengabarkan bahwa anaknya telah mati.

Acara tersebut dihadiri oleh lebih dari 100 orang dan semua orang terhibur karena acara tersebut. Setidaknya, humor-humor yang ditampilkan cukup segar meski dibumbui humor dewasa. Di akhir acara, MC memanggil beberapa orang maju ke depan untuk memberi kesan pesan. Tak lama, acara itu berakhir dan penonton mulai keluar dari gedung dengan masih terbayang-bayang lelucon yang dibawakan di acara tersebut.

Banyak kritik yang bisa kita petik. Dari kritik sosial, agama, dan budaya. Namun, yang paling menonjol dari teater tersebut adalah sang pemilik anjing rela melakukan apa pun demi kesembuhan anjingnya. Setelah anjingnya mati, dia seakan-akan ingin mengabarkan bahwa peristiwa tersebut sangat bersejarah (mengharukan) baginya.

Baca juga: Membuat Puisi Bersama Para Ahli