Dialog Konstruktif Mahasiswa dan Dosen Satrasia, Mulai dari Keresahan hingga Aspirasi

Seringkali, mahasiswa kebingungan terkait cara mengutarakan aspirasi dan keresahan mereka terhadap kampus. Hal ini dikarenakan minimnya ruang aspirasi yang disediakan. Menyikapi hal tersebut, Hima Satrasia sub-bidang Partisipasi Sosial Politik Mahasiswa (Parsospolmawa) mengadakan kegiatan Diskusi Mahasiswa Prodi. Kegiatan ini berlangsung pada hari Jumat, 5 Januari 2024 pukul 9.00 secara virtual melalui Zoom Meetings

Ismail Nur Saputra memoderatori diskusi antara mahasiswa prodi dengan sejumlah narasumber, yaitu Kaprodi Bahasa dan Sastra Indonesia, Dr. Tedi Permadi., S.S., M.Hum., Kaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Prof. Dr. Sumiyadi, M.Hum., serta Sekretaris Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Halimah, S.Pd., M.Pd. 

Menurut penuturan Ketua Pelaksana, Diah Wulandari, diskusi ini bertujuan memberikan ruang bagi mahasiswa untuk menyampaikan segala aspirasi dan keresahan mereka. Baik dalam hal kurikulum, sistem perkuliahan, kinerja dosen, iklim mahasiswa, hingga sarana dan prasarana (Sarpras). Hasil diskusi dari kegiatan ini kemudian akan menjadi bahan evaluasi bagi prodi maupun fakultas guna mengoptimalkan pemenuhan Indikator Kinerja Utama (IKU) Perguruan Tinggi. 

Sejumlah mahasiswa mengutarakan keresahan mereka. Keresahan yang paling mendasar ialah terkait sarana penunjang perkuliahan, seperti proyektor dan AC yang tidak berfungsi, serta minimnya stop kontak di dalam kelas. Menanggapi hal ini, Halimah mengatakan bahwa seluruh ruang kelas saat ini telah menjadi milik fakultas. Prodi hanya berwenang untuk mengajukan, fakultas lah yang berwenang untuk menyediakan. Beliau juga mengimbau agar mahasiswa mampu memanfaatkan dan memelihara sebaik mungkin sarana yang sudah ada, sembari mulai merinci laporan terkait apa saja yang perlu diperbaiki. 

Selanjutnya, salah seorang peserta diskusi menyampaikan kekhawatirannya terkait lingkungan belajar yang tidak sehat, termasuk bullying, ujaran kebencian, dan pengucilan yang dialami oleh beberapa rekannya. Akibatnya, beberapa mahasiswa ingin pindah kelas. Bahkan, ia bertanya apakah semester depan diperkenankan untuk mengontrak mata kuliah di kelas yang berbeda, mengingat distribusi mahasiswa di setiap kelas tidak merata. 

Baca Juga: Masuk Rumah Sendiri Kok Bayar Sih?

Mendengar situasi tersebut, Tedi Permadi selaku Kaprodi menunjukkan respon kecewa, “Kita sudah mendeclare yang disebut dengan zona integritas. Anda pun bisa melihat ada posternya, kan? Zona Integritas. Sekarang sudah gak zamannya bullying, gak lucu.” 

Beliau juga menambahkan, “Di setiap angkatan ada circle-circle, di kelas ada circle-circle, itu tidak sehat. Kalaupun memang sudah merasa tidak nyaman, kalau hanya orang per orang ya bisa pindah kelas. Tapi kalau sekarang sangat banyak itu kan repot juga. Ini terlebih dari iklim mahasiswanya. Jadi saya berharap kelas itu dibuat nyaman.” 

Selain itu, terdapat pertanyaan mengenai alur penyelesaian tugas akhir, khususnya bagi mahasiswa yang memilih artikel jurnal. Apakah prosesnya akan melibatkan sidang seperti pada skripsi atau tidak?

Menurut penjelasan Prof. Sumiyadi, semuanya akan mengikuti alur yang sama. Dimulai dari perencanaan, pelaksanaan atau pembimbingan, hingga ujian atau pelaporan. “Tadi seperti saya katakan, yang menulis dengan artikel jurnal itu tetap mereka melakukan perencanaan. Kemudian pelaksanaan dalam bentuk pembimbingan dengan dosen. Kemudian ada diseminasi produk atau pertanggungjawabannya, yaitu dengan semacam ujian untuk menilai kualitas jurnalnya seperti apa? nanti jurnalnya dimuat di sinta berapa? Itu berkaitan dengan nilai optimal yang akan didapat oleh mahasiswa,” Jelas Prof. Sumiyadi. 

Kegiatan ini diakhiri dengan pernyataan penutup dari Prof. Sumiyadi,

“Dunia pendidikan kita sekarang itu menganggap peserta didik termasuk mahasiswa bukan lagi objek didik. Tapi, sekarang dikenal dengan partnering pedagogy. Jadi, Anda sebagai partner. Kami berterima kasih, dialog ini membuat kami tahu apa yang harus kami lakukan dan kompetensi yang harus kita lakukan secara kolaboratif antara hima, mahasiswa yang lain, dengan kami.” 

Wildan, salah satu mahasiswa yang hadir dalam diskusi, juga turut menyampaikan harapannya, “Semoga dengan adanya ruang diskusi tadi, bisa menjadi pemantik awal untuk semua mahasiswa berani berpendapat dan mengajukan kritikannya ataupun saran terhadap prodi. Dan semoga pihak prodi pun bisa mendengarkan apa saja yang menjadi keresahan dari mahasiswanya dan melakukan perbaikan-perbaikan terhadap sesuatu yang diresahkan tadi.” 

Secara keseluruhan, kegiatan Diskusi Mahasiswa Prodi yang dilaksanakan oleh Hima Satrasia sub-bidang Parsospolmawa menjadi langkah positif yang mewadahi mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi dan keresahan di berbagai aspek kehidupan kampus. Melalui dialog terbuka ini, mahasiswa berpartisipasi aktif meningkatkan kualitas pendidikan dan lingkungan belajar mereka. 

Respon dari pihak prodi, terutama dari narasumber, menunjukkan bahwa keterlibatan mahasiswa dianggap sebagai mitra dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Diharapkan, ruang diskusi ini tidak hanya menjadi awal yang baik, tetapi juga memicu perubahan positif serta menjadi landasan bagi prodi untuk terus berinovasi dan meningkatkan kualitas pengajaran serta lingkungan belajar demi kepentingan bersama.

Baca Juga: Sikapi Pelanggaran HAM, Mahasiswa Gelar Aksi September Hitam

Penulis: Sri Fatma Hidayah

Editor: Afifah Dwi Mufidah