Dead Poets Society: Kita Perlu Sosok Guru Layaknya Mr. Keating!

Pernahkah Kawan Literat menyaksikan seorang guru yang meminta seluruh murid di kelas untuk merobek kata pengantar sebuah buku pelajaran? Jika belum, yuk, kita berkenalan dengan O Captain, My Captain: Mr. Keating!

Mr. John Charles Keating (diperankan oleh Robin Williams) adalah seorang guru Sastra Inggris dalam film Dead Poets Society (1989) garapan sutradara Peter Weir. Film dengan tema dark academia ini berlatar di sebuah sekolah khusus pria yang bergengsi yaitu Welton Academy.

Berbeda dengan guru-guru lainnya, Mr. Keating, sebagai guru baru yang juga merupakan alumni dari sekolah tersebut, memiliki metode mengajar yang tidak biasa. Meskipun demikian, ia tetap menjadi sosok inspiratif yang mendorong siswa untuk berpikir secara bebas (free thinker). Mr. Keating mendorong siswa untuk membuka wawasan, mengembangkan pola pikir, dan tidak hanya terpaku pada kegiatan belajar di ruang kelas yang sering kali membuat bosan.

Metode Mengajar Puisi yang Aneh, tetapi Boleh Dicoba!

Mr. Keating tidak hanya sekadar mengajar, tetapi juga memberikan pengalaman belajar yang baru dan berkesan bagi siswanya. Sebagai contoh, pada hari pertama ia memasuki kelas, Mr. Keating tidak langsung memulai pembelajaran dengan memperkenalkan siswa terkait materi puisi.

Sebaliknya, ia membawa siswa keluar ruangan untuk mengobservasi sebuah figura yang terpajang di selasar sekolah. Ia menjelaskan bahwa figura itu berisi foto para alumni sekolah yang pernah berdiri di tempat mereka saat ini, tetapi kini hanya menjadi kenangan usang belaka.

Dengan cara ini, ia mengingatkan siswa bahwa hidup adalah perjalanan singkat, tetapi penuh kesempatan yang harus dimanfaatkan. Mr. Keating juga memperkenalkan frasa ikonik dalam bahasa Latin, yakni, “carpe diem!” yang bermakna “petiklah hari!”, sebuah pesan yang menginspirasi siswa untuk memaknai kehidupan dan menjalaninya dengan keberanian.

Tidak hanya itu, metode mengajar puisi ala Mr. Keating pun sangat unik, lho! Suatu hari, ia membawa murid-muridnya ke lapangan olahraga. Di sana, ia meminta mereka membaca puisi sembari diiringi instrumen musik. Setelah selesai, mereka harus menendang sebuah bola sepak.

Melalui kegiatan tersebut, Mr. Keating secara tidak langsung mengajarkan siswa bahwa puisi adalah aktivitas ekspresi jiwa yang bisa dieksplorasi dengan cara apapun. Metode mengajarnya ini seperti angin segar bagi siswa Welton yang biasanya dicekoki mata pelajaran yang menguras pikiran.

Baca juga: Periodisasi Sastra 2: Jelajah Sastra dari Angkatan 45 hingga Angkatan 66

Terungkapnya Masa Lalu Mr. Keating sebagai Bagian dari Kelompok Dead Poets Society

Popularitas Mr. Keating di kalangan siswanya, terlebih Neil Perry, memunculkan rasa ingin tahu yang menggebu-gebu, mengenai masa lalu gurunya tersebut. Rasa keingintahuannya itu membawa Neil menemukan sebuah buku tahunan sekolah, yang juga tercantum nama Mr. Keating di dalamnya.

Buku tersebut membuka fakta mengenai kelompok rahasia yang dibentuk oleh beberapa siswa Welton. Kelompok ini disebut Dead Poets Society, sekumpulan siswa Welton yang mencari waktu sejenak untuk melepaskan diri dari keterikatan mereka dengan sistem sekolah yang terlalu ketat, dengan cara berkumpul pada malam hari di sebuah gua tua India dekat sekolah, untuk merayakan puisi-puisi karya sastrawan terkemuka.

Masa lalu Mr. Keating memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai dirinya sebagai seorang guru. Pengalaman hidupnya bersama kumpulan Dead Poets Society bukan sekadar momen singkat, melainkan sebuah perjalanan yang membentuk sudut pandang Mr. Keating mengenai sastra dan makna kehidupan. Dengan memahami kebebasan yang pernah ia rasakan bersama teman-temannya, Mr. Keating kini ingin menularkan semangat yang sama kepada para siswanya.

Film yang Masih Relevan dengan Realitas Pendidikan Masa Kini

Meskipun dirilis 36 tahun yang lalu, film Dead Poets Society tetap menyampaikan pesan yang masih relevan dengan dunia pendidikan saat ini. Sosok Mr. Keating adalah contoh nyata dari seorang guru yang mampu membawa perubahan dalam cara berpikir dan belajar siswa.

Di tengah sistem pendidikan yang cenderung menjunjung tinggi nilai akademis semata, kita membutuhkan guru, khususnya guru Bahasa dan Sastra Indonesia, yang mampu menggugah jiwa siswa, tidak hanya mengajarkan struktur-struktur puisi atau prosa semata, tetapi juga memberi pengalaman belajar sastra yang bermakna.

Pengajaran sastra di sekolah seharusnya mampu membangkitkan perasaan dan membuka cakrawala siswa terhadap dunia di sekitar mereka. Dengan cara asyik seperti yang dilakukan oleh Mr. Keating, sastra bisa menjadi media yang dapat membantu siswa untuk memahami kehidupan, menghidupkan empati, serta menggali potensi diri yang mereka miliki.

Jika Kawan Literat penasaran bagaimana sastra dapat mengubah sudut pandang seseorang, tentunya, Dead Poets Society adalah film yang tidak boleh terlewatkan!

Baca juga: International Women’s Day Bandung 2025: Seruan Ruang Aman dan Kesetaraan Gender

Baca juga: Periode Sastra dari Pujangga Lama hingga Pujangga Baru

Penulis:Aulia Rahmawati

Editor: Allysa Maulia Rahman