Ringkasan Artikel Kajian Teori Adaptasi
Artikel “Dari Novel ke Film: Kajian Teori Adaptasi sebagai Pendekatan dalam Penciptaan Film” oleh Ardianto (2014) membahas seputar model teori adaptasi teks ke film. Ada pemaparan beberapa model adaptasi oleh para pakar, beberapa caranya antara lain: menitikberatkan pada kesetiaan pada sumber adaptasi dan kontekstualitas-intertekstualitas sumber adaptasi.
Bluestone (1957) melihat persamaan dan perbedaan dalam melihat film dan membaca karya sastra. Medium visual dan linguistik, keduanya menjadi tantangan dalam proses adaptasi. Cartmell dan Whelehan menunjukkan bagian terpenting dalam proses ini adalah kesetiaan pada aslinya (teks), karena terdapat banyak realitas praktis yang bisa sukses dalam pasar film.
Seger menunjukkan tiga proses dalam adaptasi yang perlu mendapat perhatian, yaitu rethinking (berpikir ulang), reconceptualizing (mengonsep ulang), dan understanding (pengertian) atas teks sumber adaptasi. Susan menegaskan, meskipun kebebasan interpretasi itu ada, unsur-unsur cerita asli harus tetap terjaga dalam cerita baru tersebut.
Hutcheon berpendapat, adaptasi bergerak melampaui kesetiaan pada sumber asli, adaptasi adalah mendekor ulang dengan variasi tanpa penjiplak, tetapi membuat menjadi sesuai. Hutcheon menilai, setia pada sumber tidak lagi produktif karena hanya akan menghasilkan kerugian dan kebosanan. Hutcheon membagi adaptasi menjadi sebagai sebuah produk (telling-showing), proses kreasi (showing-showing), dan proses resepsi (interacting-telling/showing).
Hutcheon dan Damono sama-sama tidak membatasi wilayah medium. Originalitas karya adaptasi tidak hanya dilihat dari kesesuaian sumber aslinya, karena setelah proses adaptasi, karya tersebut menjadi karya mandiri yang membangun kisanya sendiri.
Adaptasi menunjukkan bahwa tidak ada yang benar-benar seratus persen karya baru. Setiap karya seni yang muncul tercipta dari karya-karya seni sebelumnya.
Tanggapan/Ulasan Artikel
Artikel Ardianto (2014) berjudul “Dari Novel ke Film: Kajian Teori Adaptasi sebagai Pendekatan dalam Penciptaan Film” mengandung isi yang jernih dan padat. Pasalnya, penjabaran runut dari awal mula sejarah novel dan film secara singkat hingga perjalanan historis karya adaptasi dari masa ke masa. Penjabarannya tidak bertele-tele, tetapi tepat langsung ke inti pembahasan atau poin pentingnya.
Baca juga: Pelatihan Pengajaran Metodologi BIPA sebagai Bentuk Kerja Sama UPI dan UNILA
1. Sejarah Film
Pembaca jadi mengetahui bahwa sejarah film termasuk kemunculan yang dini jika dibandingkan dengan kemunculan tradisi teks, tetapi fenomena ini bisa menjadi tombak kebudayaan baru. Pendahuluan ini menjadi jembatan yang bermanfaat untuk selanjutnya menuju ke pembahasan inti.
Pendahuluan membantu penjabaran kilas balik sejarah film adaptasi dari karya sastra yang sangat banyak. Dari tahun ke tahun dan dari berbagai belahan dunia, banyak kemunculan karya adaptasi yang fenomenal. Hal ini menunjukkan adanya potensi dan fenomena penting dalam dunia seni.
2. Novel vs Film
Novel termasuk karya sastra yang mendalami cerita melalui penjabaran kata-kata (linguistik), sedangkan film adalah serangkaian gambar bergerak melalui medium visual. Adanya persamaan dan perbedaan dalam keduanya, meskipun begitu Bluestone berpendapat sebenarnya lebih banyak perbedaannya.
Adaptasi adalah cara pemindahan dari medium satu ke medium lainnya, ibaratnya dari satu kendaraan ke kendaraan lainnya. Ekranisasi berasal dari bahasa Prancis yang berarti pelayar-putihan.
Dari masa ke masa, proses pemindahan teks ke layar ini memiliki penikmat yang berjumlah banyak. Salah satu faktor tersebut adalah cerita yang telah diketahui khalayak (populer), hal ini membuat suatu cerita telah memiliki komunitas atau penikmatnya sendiri, ini pun memberi keuntungan dalam pembuatan film-nya.
Beberapa alasan tersebut dan teori-teori selanjutnya, terutama seputar proses adaptasi yang menitikberatkan pada kesetiaan pada sumber adaptasi dan kontekstualitas-intertekstualitas sumber adaptasi, bisa menjadikan bahan bekal tokoh-tokoh kreatif dalam memproses suatu karya adaptasi.
Adanya pertimbangan-pertimbangan tersebut, persamaan, dan perbedaannya membuat pembaca bisa lebih diingatkan dan diberi tahu untuk lebih mengenal agar ke depannya, hasilnya dapat tepat sasaran.
Bagian terpenting dari semua adalah menggabungkan sekaligus membuat bentuk baru dari medium linguistik tersebut ke medium visual, dari bahasa tertulis menjadi bahasa gambar dan visual.
3. Pilihan Proses Adaptasi
Teori-teori yang telah dipaparkan dapat dipertimbangkan dalam proses adaptasi karya. Jika pihak satu lebih menitikberatkan pada sumber cerita asli dan satunya adalah lebih pada penyesuaian kontekstual keduanya, dua-duanya sama-sama penting untuk diperhatikan.
Pembuatan karya adaptasi yang memperhatikan betul sumber ceritanya, penting dilakukan karena cerita akan lebih terasa familier, selain itu sebelumnya sudah banyak penikmat yang mengetahui garis besar ceritanya, kebanyakan ingin mengetahui bagaimana imajinasi mereka tervisualisasikan secara nyata, meskipun tidak bisa seratus persen sama, karena interpretasi orang berbeda-beda.
Di lain sisi, variasi yang dibuat atau direka ulang dapat menjadi suatu bentuk baru. Sependapat dengan Hutcheon, terlalu berpaku pada sumber cerita tidak dapat menjadikan produktif, adanya kebosanan dan kerugian. Suatu karya dapat menjadi sesuatu yang lebih baru lagi.
Kehidupan manusia bergerak dinamis, adanya variasi atau inovasi dari bentuk-bentuk lama dapat menjadikan potensi karya baru. Potensi ini pun dapat menarik perhatian penikmat baru.
Meskipun begitu, harus tetap adanya ciri khas atau benang merah krusial yang masih terkandung dalam suatu karya adaptasinya. Adaptasi karya, terutama dari novel ke film merupakan potensi besar dalam industri kreatif, karena sudah ada sekelompok penikmat setia yang mengikuti suatu cerita.
Penggabungan keduanya menjadi suatu bentuk baru lagi dapat menjadikan karya tersebut lebih terasa segar, tetapi sesuai. Suatu karya biasanya lebih disukai penikmatnya karena dekat dengan kehidupan kesehariannya.
Baca juga: Kajian Mimetik pada Cerpen Penguburan Tersunyi Karya AK. Basuki
Penulis: Cantika Hana Hanifah