Discover the Superclone Audemars Piguet Replica Watches.Best fake AP watches on the market.
Tidak ada orang yang mengabaikan segalanya. Tidak ada yang tahu segalanya. Kita semua tahu sesuatu. Kita semua mengabaikan sesuatu. Itu sebabnya kami selalu belajar.
– Paulo Freire “Pendidikan Kaum Tertindas”
Pembuka
Ngomong-ngomong, UPI dapat anugerah sebagai kampus terbaik ketiga ya? Wow keren juga. Itu bisa menjadi tolak ukur bahwa kampus kita di mata eksternal sangat baik dari segi pelayanan hingga lulusan-lulusannya. Makanya bisa bersanding dengan UI dan ITB di posisi tiga besar dan mengalahkan UGM dan lain-lain.
Tapi bagaimana UPI di mata kita sebagai mahasiswanya sendiri? Kalau boleh jujur sih kami berdua belum puas dengan hasil tersebut. Dari banyaknya masalah yang menurut kami tidak sebanding dengan pemeringkatan tersebut, kami akan memilih satu yang dekat dan mungkin berada di dalam pikiran elu-elu semua.
Ya betul, SK Bantuan UKT. Baru keluar kemarin sih SK-nya. Gimana menurut elu-elu isi SK-nya? Memuaskan atau tidak? Atau bahkan belum liat? Sebelum kita berjauh-jauh membahas soal surat keputusan bantuan UKT, kami berdua akan mengajak elu-elu wisata masa lalu lebih dulu.
Kronologi
Pada bulan Juni 2021, kampus mengeluarkan SK tentang pembayaran UKT semester ganjil. Meskipun memang biasanya pembayaran UKT ada pada waktu-waktu tersebut, hanya saja ketika itu surat keluar pada saat gelombang Covid-19 sedang membabi buta.
Pada bulan Juli, muncul surat edaran baru, Nomor 033 Tahun 2021, mengenai mekanisme pengajuan bantuan dan relaksasi untuk mahasiswa. Mungkin kampus ingin menampung sebanyak mungkin mahasiswa yang mampu membayar UKT sebelum memberikan bantuan.
Itulah mengapa bantuan ini dikeluarkan satu bulan setelah surat edaran pembayaran muncul. Ya biar pemasukan kampus ga seret-seret amat. Seperti yang kalian ketahui, salah satu pemasukan kampus PTN BH berasal dari mahasiswa, dalam hal ini dikarenakan PTN BH memiliki otonomi dalam penetapan norma dan kebijakan operasional serta pelaksanaan keuangan.
Rilisnya surat tersebut (Anjaaay rilis) juga dibarengi dengan surat petunjuk pelaksanaan wawancara validasi/verifikasi keringanan UKT. Disebutkan bahwa keringanan akan diberikan oleh kampus sebesar 25% – 100%, tergantung dari dampak Covid-19 yang terjadi pada mahasiswa. Di dalam surat itu juga muncul pernyataan bahwa bantuan tidak bersifat final atau mengikat. Artinya, ketika terjadi ketidaksesuaian akan nominal bantuan yang kita harapkan, kita berhak untuk menuntut kembali pada kampus agar nominal bantuan sesuai.
Namun, sejauh ini apakah realita berkata demikian? Oh tentu tidak Ferguso.
Mahasiswa yang mendaftar untuk bantuan mulai diwawancara oleh dosen PA masing-masing sesuai dengan timeline pelaksanaan yang ditentukan UPI, untuk kemudian hasil wawancara tersebut akan diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Yang mampu membayar dengan mencicil; 2) Tidak mampu membayar sehingga perlu mendapat bantuan; 3) Tidak lolos verifikasi dan harus membayar penuh; 4) Mahasiswa yang memenuhi syarat relaksasi diberikan bantuan maksimal 50%.
Menurut Abdul Kahar (2021) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi akan memberikan bantuan UKT dengan target sebanyak 310.508 mahasiswa. Kriteria yang diprioritaskan untuk menerima bantuan UKT tersebut, sebagai berikut:
- Mahasiswa yang sudah menerima bantuan UKT pada semester sebelumnya dan masih memenuhi syarat dan kelayakan menerima bantuan.
- Mahasiswa yang mengalami kendala finansial karena terdampak pandemi Covid-19 dan tidak sanggup membayar UKT semester gasal tahun akademik 2021/2022.
- Mahasiswa yang memiliki besaran biaya UKT 1 dan UKT 2 di Perguruan Tinggi Negeri.
- Mahasiswa atau PT yang berasal dari wilayah 3T/wilayah terpencil di perguruan tinggi swasta yang kuotanya didistribusikan oleh LLDIKTI.
Singkat cerita, para mahasiswa yang harap-harap cemas terhadap besaran bantuan, mendapat informasi tagihan yang berada di SIAK masing-masing. Mereka semacam mendapat kejutan karena informasi tagihan datang tanpa diiringi adanya kejelasan. Tidak lama, Surat Edaran Nomor 041 Tahun 2021 tentang pembayaran sementara dikeluarkan pada tanggal 16 Agustus. Nominalnya beragam, mulai dari 250 ribu (Golongan I dan II), 500 ribu (Golongan III dan IV), 1 juta (Golongan di atas IV).
Nah, dari tagihan inilah semua keanehan terjadi. Pasalnya, kampus seolah-olah memukul rata dan mengarahkan bahwa semuanya mengikuti penangguhan terlebih dulu. Jika dilihat dari suratnya, nominal yang harus dibayar itu hadir untuk memudahkan pengisian IRS, makanya elu-elu disuruh bayar UKT dulu. Namun tetap saja, tidak ada data dan rasionalisasi yang jelas kenapa besaran nominal (atau bisa kita sebut DP) tersebut mesti 500 ribu – 1 juta.
Kumaha mun aing teu mampu mayar sanajan 200 rebu? Begitulah kira-kira gambaran kondisi ketika tidak ada rasionalisasi mengapa perlu membayar DP sekian rupiah.
Keheranan kita (atau setidaknya kami), tidak cukup sampai di situ. Beberapa waktu setelah tagihan pertama, muncul tagihan kembali dengan nominal lebih besar, tapi lebih sedikit dari jumlah UKT. Ternyata UPI memotong UKT kita sekitar 5%. Anyeng naha ngan 5 persen? Jika itu yang ada di benak elu-elu semua, berarti kita semua sama. Apa yang dijanjikan UPI adalah bantuan seminimalnya 25%, tapi tidak ditunaikan dengan nyata.
Keluarnya surat tersebut semakin membingungkan bagi kami. Pasalnya tidak ada kejelasan kapan tenggat terakhir mahasiswa harus membayar dan seperti apa mekanisme pembayarannya.
Kasus di atas memunculkan pertanyaan-pertanyaan krusial, seperti, kenapa kampus bisa menentukan mahasiswanya bayar di awal? Kenapa SK lama turunnya? Kenapa UKT gue hanya terpotong setengah dari harga sepatu futsal? Apa yang perlu kita lakukan? Dari pertanyaan tersebut dapat kita lihat bagaimana kacaunya sistem kampus kita saat ini.
Menebak-nebak Apa yang Sedang Terjadi
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami memiliki beberapa asumsi (lebih tepatnya tebakan). Pertama, UPI terjebak dengan sistem yang dibuat nya sendiri. Pasalnya, IRS-an sudah tersistem hanya akan bisa berjalan ketika mahasiswa sudah melakukan registrasi administrasi (membayar biaya pendidikan), kemudian ketika timeline pengisian IRS dimundurkan, pasti kalender akademik yang sudah disusun sedemikian rupa untuk satu semester pun harus dirombak total.
So pasti, bakal nambah kerjaan guys! Ceuk birokrat UPI. Oleh karena itu, sistem pembayaran sementara tiba-tiba hadir di tengah-tengah kita!
Kedua, mengenai SK yang ditunggu tak kunjung datang, mungkin benar seperti lirik lagu Kunto Aji, “yang ditunggu, yang diharap, biarkanlah semesta bekerja untukmu”. Kita harus mengerahkan tenaga alam semesta untuk menghadapi sistem kampus yang kadang sulit dicerna.
Pada semester-semester sebelumnya, UPI diberi suntikan dana oleh Kemendikbud untuk membantu mahasiswanya, dengan skema melakukan pendataan terhadap mahasiswa yang membutuhkan bantuan UKT, kemudian mengusulkannya kepada Kemendikbud agar mahasiswa tersebut dapat memperoleh kepastian pembayaran UKT.
Namun berbeda dari biasanya, tahun ini, untuk proses pengusulan penerimaan bantuan UKT tersebut, perguruan tinggi perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
- Kampus terlebih dahulu melakukan relaksasi keringanan besaran UKT bagi mahasiswa yang menghadapi kendala finansial selama pandemi Covid-19.
- Selanjutnya, besaran UKT yang sudah di relaksasi dapat diajukan sebagai besaran UKT penerima bantuan UKT. Jika nilai besaran UKT masih lebih besar dari batas maksimal Rp2.400.000, perguruan tinggi bisa mengeluarkan kebijakan sesuai kondisi mahasiswa.
Itulah yang menyebabkan SK dari kampus turun dengan jangka waktu yang cukup lama. Bahkan menurut informasi dari bagian keuangan kampus, SK pernah diturunkan pada tanggal 11 Oktober, namun ditarik kembali untuk direvisi. Loh kok bisa gitu ya? Apa yang diubah dari data tersebut? Tentu saja ini menambah daftar panjang dari kecurigaan kami.
Pun siasat kampus yang memberikan potongan 5% dari UKT diasumsikan sebagai umpan untuk memancing turunya bantuan dari kemendikbud ke kampus Universitas Pendidikan Indonesia. Memangnya, berapa jumlah dana bantuan yang sudah dikeluarkan UPI?
Berdasarkan pada SK Nomor 1748 tentang Bantuan Biaya Pendidikan yang diberikan kepada 850 mahasiswa UPI, dana total yang dikeluarkan sejumlah kurang lebih Rp144.245.500. Jumlah nominal yang sangat kecil untuk universitas sebesar UPI jika menilik Laporan Keuangan UPI 2020 yang menunjukan angka 11,864 M. Lalu, kenapa memberikan bantuan kepada mahasiswa belum menjadi salah satu prioritasnya?
Penutup
Melihat kacaunya praktik dari sistem mekanisme pemberian bantuan di Universitas Pendidikan Indonesia yang berdampak pada kita (mahasiswa UPI) apakah kita akan tenggelam dalam ketidakjelasan? Kemudian, setelah mengetahui bahwa besaran bantuan yang dikeluarkan UPI telah melanggar janji yang dibuatnya sendiri, apakah kita akan berdiam diri?
Pertanyaan tersebut bisa elu-elu jawab sendiri, yang jelas sebelum menjawab kita tentu sudah tahu bahwa ada sesuatu yang salah dan perlu diperbaiki dari sistem yang seperti ini.
Seperti kutipan di awal tulisan ini. Tidak ada yang orang yang mengabaikan segalanya, artinya selalu ada yang akan tetap berjuang dan membela hak-hak yang terabaikan. Tidak ada yang tahu segalanya, artinya kita perlu mencari tahu dan saling memberi tahu, karena informasi sekecil apapun akan digunakan sebagai alat perjuangan melawan ketidakpastian. Kita semua tahu sesuatu, artinya kita memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan apa yang kita ketahui agar semua memiliki keresahan yang sama, semua memiliki keinginan bergerak, dan semua ingin menang. Kita semua mengabaikan sesuatu. Itu sebabnya kami selalu belajar, artinya ketika kita abai terhadap masalah yang terjadi di sekitar, kita tidak akan mendapatkan tempat untuk belajar dan hidup bersama dan/atau untuk masyarakat.
Jika pihak kampus membaca tulisan ini, kami harap tulisan ini dibalas dan pertanyaan-pertanyaan kami dijawab serasional mungkin. Kami juga mengajak kawan-kawan untuk resah bersama, tahu masalah bersama, dan saling bantu bersama. Sebab, emang elu-elu pada mau dapet bantuan hanya seharga celana cargo?
Baca Juga : Melihat UPI Bekerja: “Tamu” Adalah Raja dan Tugas Kita Cukuplah Membayar Upetinya
Penulis : Azmi Mahatmanti dan Kahfi Achmad Muharram
Editor : Fazya Anindha Srizaky