Bandung, 30 Januari 2025 – Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menggelar audiensi dan mimbar bebas pada pukul 09.00 WIB untuk menuntut kejelasan serta keadilan dalam kebijakan uang kuliah tunggal (UKT). Mereka menyoroti penggolongan UKT yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi ekonomi mahasiswa, serta pembatalan pencicilan UKT secara sepihak oleh Direktorat Keuangan. Mahasiswa menilai bahwa sistem penggolongan UKT yang diterapkan tidak mencerminkan kemampuan ekonomi yang sesungguhnya.
Selain itu, pembatalan kebijakan cicilan UKT secara sepihak mempersulit mahasiswa yang mengalami kesulitan finansial. Kampus berdalih mengalami defisit Rp1 miliar, padahal berdasarkan laporan keuangan, yang terjadi sebenarnya hanyalah penurunan surplus. Akibatnya, sebanyak 635 mahasiswa terdampak oleh kebijakan yang dianggap tidak transparan ini.
Dalam audiensi ini, mahasiswa yang tergabung dalam Badan Advokasi Mahasiswa (BAM-UPI) menyampaikan beberapa tuntutan utama, di antaranya:
- Verifikasi ulang golongan UKT agar lebih sesuai dengan kondisi ekonomi mahasiswa
- Kebijakan pencicilan yang disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa
- Perpanjangan waktu pembayaran hingga masa perubahan rencana studi (PRS) pada 15 Februari 2025
- Pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan berpihak pada rakyat
Baca juga: Mencatat Akhir dari Sejarah Panjang Kampung UKM
Dinamika Suara Mahasiswa di Mimbar Bebas
Mimbar bebas dilaksanakan bersamaan dengan audiensi, mahasiswa berkumpul di depan gedung Direktorat Kemahasiswaan untuk menyampaikan aspirasi mereka, sementara audiensi sendiri berlangsung di ruang rapat Direktorat Kemahasiswaan dengan dihadiri pejabat kampus dan pimpinan organisasi mahasiswa (Ormawa) yang tergabung dalam Badan Advokasi Mahasiswa (BAM-UPI). Dalam mimbar bebas ini, berbagai perwakilan mahasiswa menyuarakan pendapat mereka mengenai kebijakan UKT yang dinilai tidak adil.
Salah satu orator, Fahry, dari UKSK, menyoroti status UPI sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), yang seharusnya tetap memastikan pendidikan tetap terjangkau bagi masyarakat.
“Apakah saat ini UPI sudah terjangkau oleh masyarakat?” tanyanya itu kemudian dijawab dengan sorakan lantang para mahasiswa: “BELUM!”
Perwakilan dari berbagai organisasi mahasiswa pun turut menyuarakan keprihatinannya. Perwakilan dari Kampus Daerah (Kamda) Purwakarta menegaskan bahwa tidak seharusnya ada mahasiswa yang harus putus kuliah karena kesulitan ekonomi. “Saya tidak mau teman-teman di Kamda Purwakarta atau di Bumi Siliwangi (Bumsil) harus putus kuliah hanya karena keterbatasan ekonomi. Kita semua satu almamater, seharusnya tidak ada diskriminasi antara si miskin dan si kaya,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan dari HMCH menyoroti bahwa masalah UKT bukanlah hal baru dan telah berlangsung bertahun-tahun tanpa solusi yang jelas. “Masalah ini bukan soal tidak bisa membayar, tetapi sistem yang harus diperbaiki,” tegasnya. Ia juga menekankan pentingnya transparansi komunikasi antara pihak kampus dan mahasiswa agar informasi terkait UKT dapat tersampaikan dengan baik.
Baca juga: 4 ALASAN UKT NAIK DAN SEMAKIN SULIT DIGAPAI
Tanggapan Kampus Terhadap Tuntutan Mahasiswa
Audiensi berlangsung di ruang rapat Direktorat Kemahasiswaan dengan dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan, Prof. Dr. Didi Sukyadi, M.A., Direktur Direktorat Keuangan, Dr. Ikin Solikin, SE., M.Si., Ak., CA., Direktur Direktorat Kemahasiswaan, Prof. Dr. Prayoga Bestari, M.Si., serta Direktur Direktorat Pendidikan, Dr. rer. Nat. H. Asep Supriatna, M.Si.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan, Prof. Didi Sukyadi, menyampaikan pihak kampus telah memantau perkembangan mahasiswa yang belum membayar UKT sejak jauh-jauh hari dan jumlahnya sangat banyak. “Sebetulnya ini bukan pekerjaan yang baru, setiap semester kita menghadapi yang seperti ini. Kita selalu berusaha untuk memberikan layanan yang terbaik, tetapi kalau ada teman-teman advokasi, kita jauh lebih baik karena bisa dibantu untuk berkomunikasi dengan mahasiswa yang mengalami kesulitan. Jadi saya sampaikan apresiasi pada teman-teman semua,” ujarnya.
Kemudian, ia menyampaikan bahwa belum pernah terjadi kasus mahasiswa yang di-DO karena tidak sanggup membayar UKT, “Sepengalaman saya hingga sekarang, memang tidak ada mahasiswa itu tidak lagi kuliah karena masalah keuangan. Tetapi, syaratnya ada dua sebagaimana yang sudah disampaikan oleh Pak Rektor, yaitu yang pertama jujur dan yang kedua mengikuti regulasi. Kedua itu persyaratannya,” ungkapnya. Ia juga menjelaskan bahwa setiap permohonan pengurangan UKT atau banding UKT harus melalui proses verifikasi yang ketat dan memang cukup lama sebelum akhirnya diputuskan oleh rektor.
Direktur Keuangan, Dr. Ikin Solikin, menyatakan bahwa perpanjangan waktu pembayaran UKT memungkinkan, tetapi tetap harus berdasarkan hasil verifikasi. “Kita harus samakan pemahaman dulu agar mendapat solusinya. Saya setuju nanti ada perpanjangan waktu, tapi tidak ada bahasa bayar semampunya, melainkan berdasarkan verifikasi. Jadi kebijakannya rasional berdasarkan survei,” tegasnya. Ia juga menambahkan, “Bahan data ini akan dibahas para pimpinan pada pukul satu siang ini, termasuk aspirasi saudara akan kita sampaikan. Apapun keputusannya akan disahkan oleh rektor.”
Hasil Audiensi dan Keputusan Sementara
Hasil audiensi ini akan dibahas lebih lanjut dalam rapat pimpinan bersama rektor pada 30 Januari 2025 pukul 13.00 WIB. Beberapa kemungkinan yang akan diputuskan dalam rapat tersebut antara lain:
- Pembukaan kembali sistem pembayaran UKT (SIAK) setelah hasil rapat pimpinan
- Perpanjangan waktu pembayaran UKT hingga 15 Februari 2025
- Verifikasi ulang bagi mahasiswa terdampak pembatalan pencicilan dengan kemungkinan adanya pengurangan nominal UKT setelah verifikasi
- Keterlibatan advokat mahasiswa dalam menghimpun data mahasiswa yang benar-benar membutuhkan bantuan
Baca juga: Ambisi UPI, Fakultas Kedokteran dan Program Studi Ilmu Hukum
Prof. Dr. Prayoga Bestari, M.Si., selaku Direktur Direktorat Kemahasiswaan, juga meminta bantuan kepada mahasiswa agar mereka dapat membantu dalam proses pengumpulan data mahasiswa yang benar-benar membutuhkan bantuan finansial. Dengan adanya verifikasi ulang ini, diharapkan tidak ada mahasiswa yang mengalami kesulitan akibat kebijakan UKT yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi mereka.
Sementara hasil audiensi akan dibahas lebih lanjut, Taqie, selaku ketua UKSK, pada mimbar bebas usai audiensi menyerukan dengan lantang di hadapan para mahasiswa, “Kita harus terus kawal keputusan pimpinan, salam demokrasi!”
Keputusan akhir mengenai tuntutan mahasiswa diharapkan dapat memberikan solusi yang adil bagi seluruh pihak, terutama bagi mahasiswa yang mengalami kesulitan ekonomi. Mahasiswa berharap pihak kampus benar-benar menjalankan kebijakan yang berpihak kepada mereka dan tidak sekadar melakukan audiensi sebagai formalitas belaka.
Penulis: Azila Fitria Ramadhani
Editor: Muhammad Hilmy Harizaputra