Aksi COP 26 Sepatu Kaca SIA (Si Punya Kuasa) : Selamatkan Bumi Parahyangan dari Pembangunan Merusak Iklim

Bandung, 6/10/21 Koalisi Bandung Berisik (Bersatu Selamatkan Iklim) merespons perhelatan konferensi COP 26 dengan aksi yang digelar di depan Gedung Sate mulai pukul 15.00 WIB. COP 26 adalah forum tingkat tinggi tahunan bagi 197 negara untuk membicarakan perubahan iklim dan bagaimana negara-negara di dunia berencana untuk menanggulanginya. COP 26 merupakan perjanjian PBB yang menyatakan bahwa negara-negara perlu bersatu untuk mencari tahu cara menghentikan pemanasan global. 

Koalisi Bandung Berisik menganggap bahwa di COP 26 hanyalah pertemuan palsu atau pertemuan para pembohong, mereka juga menilai bahwa sistem pasar batu bara menyebabkan banyak dampak kerusakan pada lingkungan. Secara garis besar mereka menjunjung menyoal ekologi, HAM, dan demokrasi. 

Aksi diawali dengan orasi-orasi oleh beberapa kawan-kawan dari Koalisi Bandung Berisik (Bersatu Selamatkan Iklim), kemudian dilanjutkan dengan pembacaan orasi dan siaran pers yang berisikan tuntutan-tuntutan dan kondisi permasalahan lingkungan di Jawa Barat yang ditandai dengan terlampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan, yakni pembangunan yang ekstraktif dan ekspoliatif yang ironisnya didukung oleh kebijakan nasional. Kemudian aksi dilanjutkan dengan performance art dari Extinctionrebellion, Walhi Jawa Barat, Solar Generation, dan pembacaan dongeng ‘Mengantar Punah’ oleh Rati Maya. 

Pram selaku perwakilan dari Koalisi Bandung Berisik berujar “Tuntutan yang dibawa adalah deklarasikan darurat iklim, kami menuntut kepada presiden atau pun pemerintah ataupun yang memangku kebijakan tertinggi untuk mendeklarasikan darurat iklim atau mendeklarasikan krisis ekologi, yang kedua tentang PLTU karena PLTU bukan energi bersih yang akan kita pakai dengan efektif, yang ketiga stop perampasan ruang hidup, kita tahu pembangunan besar-besaran yang dilakukan di era presiden Jokowi sampai mengusir masyarakat adat, merampas ruang hidup masyarakat yang berada di kota maupun di hutan, yang terakhir stop kriminalisasi aktivis lingkungan dan juga aktivis HAM”.

Aksi diakhiri dengan melakukan long march mengitari daerah Gedung Sate. Untuk itu diharapkan anak muda harus bisa menyuarakan isu-isu lingkungan juga mengkritisi serta mengkaji karena isu-isu lingkungan kurang dibahas dalam ruang pendidikan. Selain itu masyarakat juga dapat menggunakan barang berbahan ramah lingkungan untuk kehidupan sehari-hari. Dan diharapkan pula setiap elemen masyarakat baik dari mahasiswa, rakyat miskin, maupun buruh tani dapat bersatu guna menemukan benang merah ataupun garis perjuangan yang akan diperjuangkan. 

Baca juga : Pelatihan Artikel Ilmiah: Cara Menulis Artikel Ilmiah

Penulis : Yasmin Afra Shafa Sudirman
Editor: Neni Dwi A.