Pada Rabu (15/2), Subbidang Kesenian Hima Satrasia FPBS UPI berhasil menyelenggarakan “Wahana Pasar Malam” sebagai program kerja terakhir. Acara ini dilaksanakan di Auditorium PKM lantai 2 pada pukul 17.30 WIB. Kegiatan dimulai sedikit lebih lambat dari waktu yang telah ditetapkan.
Pemilihan nama “Wahana Pasar Malam” untuk acara ini sangat menarik perhatian. Saya pun termasuk salah satu orang yang penasaran dengan acara ini. Apakah akan ada bianglala? Atau ada komedi putar seperti desain pada pamflet? Ternyata ‘Wahana Pasar Malam’ ini merujuk pada alih wahana yang merupakan peralihan kesenian dari satu media ke media lain.
“Kan emang awalnya ini tuh merujuk sama mata kuliah yang ada di sastra. Nah, kenapa namanya ‘Wahana Pasar Malam’? Karena aku merasa kalau pasar malam itu kan tempat hiburan ya, dimana proker ini menjadi solusi juga gitu. Menerapkan pematerian kuliah dan kita praktik di sini langsung, tapi ngga lupa kalau misalnya kita juga perlu hiburan. Aku mau ‘Wahana Pasar Malam’ ini menjadi tempat pembelajaran sekaligus hiburan,” ucap Widya Aryani Rizky, Ketua Pelaksana Wahana Pasar Malam Hima Satrasia 2023
Dalam acara ini, panitia memilih bentuk alih wahana kesenian dari lukisan ke puisi. Lukisan yang dipilih adalah lukisan karya Dio Zahid Nugraha dan sebuah potret anak SD hasil jepretan ketua pelaksana saat melakukan pengabdian.
Peserta menulis puisi dengan damai sambil diiringi lagu. Peserta menulis puisi buatan mereka di selembar kertas yang diberikan oleh panitia dengan waktu 30 menit. Di sini, para peserta belajar untuk menjadi alih wahana. Panitia juga tidak lupa memberikan kesempatan kepada peserta untuk membacakan puisi karya mereka di atas panggung.
“Alasan kenapa saya memilih itu karena saya merasa ketika melihat kursi kosong itu, saya punya penyesalan atau punya harapan ingin kecil kembali dan saya ingin duduk kembali di situ, mengulang masa kecil saya biar tidak ada penyesalan waktu saya sudah dewasa,” jelas Ridho Ghafuur Al Maajiid, salah satu penampil alih wahana yang lebih memilih foto anak SD untuk inspirasinya membuat puisi. Ternyata, foto anak SD yang tengah memperhatikan gurunya mengajar itu menarik perhatian Ridho. Terbesit keinginan di dalam hatinya untuk kembali ke masa kecil ketika melihat ada bangku kosong di sana.
Hal yang menarik lainnya adalah tidak ada batasan pengunjung di acara ini. Siapapun boleh datang dan menjadi peserta.
“Jadi pengen belajar sastra juga,” ujar Maulida, mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Arab.
Safira, teman Maulida yang juga turut berpartisipasi dalam acara ini ikut menambahkan, “rada minder sih, puisinya pada bagus-bagus banget. Pengambilan katanya tuh kayak ngga sembarang ngambil loh bahkan yang dadakan tuh kayak keren-keren banget.”
Selain penampilan baca puisi dari alih wahana, acara ini juga dimeriahkan oleh Madepdik Satrasia yang ikut serta menyumbangkan suaranya lewat lagu. Sebagai penutup, panitia mengadakan sesi karaoke, sehingga semua yang datang dapat bernyanyi bersama. Meluapkan segala emosi yang ada pada diri masing-masing.
Dalam kegiatan ini, panitia berhasil memberikan kesempatan kepada peserta untuk belajar sekaligus bersenang-senang sebelum kembali menghadapi realita keesokan harinya. Dengan diadakannya kegiatan ini, diharapkan lebih banyak lagi orang, khususnya Madepdik yang mampu mengekspresikan diri melalui sebuah apresiasi karya.
Penulis: Desi Fitriani
Editor: Laksita Gati Widadi
Baca juga : Bedah Buku: Program Kerja yang Menjadi Ruang Apresiasi bagi Karya Madepdik Satrasia