REFORMA AGRARIA SEJATI YANG MEMBEBASKAN

Sejarah Hari Tani Nasional

Salah satu tugas pokok bagi kaum sosialis dewasa ini adalah membangkitkan, mengorganisasi dan memimpin aksi-aksi kaum tani melawan penghisapan tuan tanah, baik asing maupun bumi putra. Bangkitnya aksi-aksi kaum tani melawan tuan tanah secara luas akan sangat membantu kaum sosialis dalam meluaskan front persatuan nasional, yaitu tugas mengembangkan kekuatan progresif, bersatu dengan kekuatan kelas menengah dan memencilkan kekuatan kepala batu.

Kaum tani mengalami perjalanan sejarah panjang dari jaman kerajaan, kolonialisme Belanda dan Jepang, masa Soekarno, rezim Soeharto dan sekarang ini. Perjalanan tersebutlah yang membentuk karakter kalangan kaum tani. Secara umum karakter masyarakat di pedesaan dapat dicirikan dengan Patronase yang begitu kental akibat sistem sosial yang feodal, hubungan buruh-perusahaan, sistem primordial yang masih kental, serta tidak terorganisasi secara baik.

Penghisapan dan penindasan yang begitu dalam, turun menurun dan terus menerus yang terjadi hingga saat ini, melahirkan berbagai perlawanan oleh kaum tani. Terjadinya keresahan-keresahan atas beban ekonomi dan sosial juga memunculkan perlawanan dari kaum tani, baik dilatar belakangi soal agraria, budaya feodal ataupun program pembangunan. Pola-pola perlawanan ada yang dilakukan secara terbuka (terang-terangan) maupun secara sembunyi-sembunyi.

Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 yang diperingati bersamaan dengan Hari Tani Nasional mengamanatkan perubahan mendasar terhadap prinsip-prinsip hukum agraria kolonial. Pengukuhan hukum adat, pelarangan monopoli penguasaan tanah dan sumber agraria lain, pengikisan praktik feodalisme, serta jaminan kesetaraan hak atas tanah bagi laki-laki dan perempuan merupakan prinsip-prinsip UUPA untuk mewujudkan keadilan sosial. Kemudian, MPR RI menerjemahkan amanat tersebut melalui TAP MPR RI No. IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Setelah 57 tahun UUPA diundangkan, ketimpangan struktur agraria dan konflik agraria masih terus terjadi. 

Hampir di seluruh sektor, terjadi penguasaan secara besar-besaran atas sumber agraria. Sebesar 71 % dikuasai oleh perusahaan kehutanan, 16% oleh perusahaan perkebunan, 7% dikuasai golongan kaya dan sisanya oleh masyarakat miskin. Dampaknya, 10 persen orang terkaya menguasai 77 persen kekayaan nasional. Tanah menjadi objek investasi, akibatnya rata-rata pemilikan tanah kurang dari 0,3 hektar. Per Maret tahun 2017 sebanyak 17,10 juta penduduk miskin hidup di desa (BPS, 2017).

Kebijakan pertanian juga turut memperparah kemiskinan pedesaan. Berdasarkan catatan Aliansi Petani Indonesia (API) rata-rata terdapat 59 rumah tangga tani yang keluar dari sektor pertanian/jam, artinya ada 1 rumah tangga tani hilang di setiap menitnya. Jika rata-rata kepemilikan lahan produksi petani 0,3 hektar dan ditanami padi, rata-rata hanya akan menghasilkan Rp. 4.290.000, atau Rp. 1.072.500 setiap bulannya.

Dewasa ini, kita belum mempunyai program agraria yang tepat dan revolusioner, yang mendapat kepercayaan penuh dari kaum tani dan dengan demikian mendapat dukungan kaum tani. Oleh karena itu, merupakan tugas kita untuk membuat program yang tepat dan revolusioner bagi kaum tani Indonesia, program yang dapat kepercayaan kaum tani, yang dapat menimbulkan inisiatif kaum tani, yang dapat memobilisasi kaum tani.

Baca juga: Unfolding Time in Time It Is My Friend

Kaum tani saat ini dihantui berbagai ancaman yang nyata, mulai dari kemelaratan ekonomi, kelaparan, sulitnya akses pendidikan, tidak terjaminnya kesehatan, hingga refresifitas aparat negara melalui sengketa lahan. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah dengan sadar tidak memberikan jaminan kesejahteraan dan keamanan untuk kaum tani, yang lantas akan menjadi noktah hitam dan bentuk kecacatan demokrasi di bawah rezim Jokowi-Ma’ruf Amin yang pula telah jelas tidak berpihak pada kaum miskin dan klas tertindas.

Urgensi Analisis Kelas dalam Studi Agraria dan Perjuangan Kelas dalam Gerakan Agraria

          Sebelum kita membahas tentang reforma agraria sejati lebih jauh, tidak etis ketika kita tidak tau latar belakang sejarah perkembangan pergerakan yang telah ada. Hal ini ditunjukan untuk mengetahui hubungan analisis kelas dan gerakan agraria

Menurut Mao :

  1. Tuan-tuan tanah adalah mereka yang memiliki tanah besar dan disewakan kepada penggarap tanah. Dengan begitu, tanpa bekerja, dia bisa mendapatkah hasil dari jerih payah para pengggarap tanah.
  2. Kapitalis agraria adalah para pemodal, baik perusahaan negara maupun perusahaan swasta, yang memonopoli sumber-sumber agraria dan memanfaatkannya untuk operasi bisnis serta terintegrasi dengan pasar bebas.
  3. Petani penggarap adalah mereka yang tidak memiliki tanah, sehingga menggarap tanah orang lain untuk di satu sisi memenuhi kebutuhannya serta di sisi lain memenuhi kebutuhan hidup tuan-tuan tanah. 
  4. Petani menengah pedesaan, adalah mereka yang memiliki tanah dan alat-alat produksi sendiri, dan menjual hasil produksinya ke pasar, namun sangat bergantung kepada kebijakan pemerintah dan kapitalis agraria yang terintegrasi dengan pasar bebas dan memiliki akses untuk mempengaruhi harga. Di lain hal, mereka ini (baca : petani menengah) juga sangat rentan dengan penggusuran dan perampasan lahan.
  5. Buruh tani adalah mereka yang hanya memiliki tenaganya untuk bekerja kepada para kapitalis agraria. 
  6. Petani gurem yaitu mereka yang hanya memiliki dan menggarap sejengkal tanah untuk mempertahankan hidup.

Menurut Lenin :

  1. Klas tuan tanah dan klas komprador sama sekali merupakan embel-embel burjuasi internasional, yang hidup dan berkembangnya tergantung kepada imperialisme. Klas-klas ini mewakili hubungan-hubungan produksi yang paling terbelakang dan paling reaksioner di Tiongkok dan menghambat perkembangan tenaga produktif
  2. Burjuasi sedang, yang dimaksudkan dengan burjuasi sedang  ialah burjuasi nasional yang bertentangan sikapnya  terhadap revolusi.
  3. Burjuasi kecil. Yang termasuk kategori ini ialah tani pemilik, pengusaha kerajinan tangan, intelektual lapisan bawah – pelajar dan mahasiswa, guru sekolah menengah dan sekolah dasar, pegawai negeri rendahan, kerani dan pengacara kecil – pedagang kecil dan sebagainya. Baik ditinjau dari jumlahnya maupun dari watak klasnya, klas ini patut mendapat perhatian yang sangat besar. Yang diusahakan oleh tani-pemilik dan pengusaha kerajinan tangan semuanya ialah ekonomi produksi kecil-kecilan. Meskipun semua lapisan klas ini sama-sama mempunyai kedudukan ekonomi burjuis kecil, tetapi mereka terbagi menjadi tiga golongan yang berlainan. Golongan pertama ialah mereka yang mempunyai kelebihan uang atau beras, yaitu mereka yang setiap tahun mempunyai kelebihan sesudah pendapatannya dari kerja badan atau kerja otak dipakai untuk kebutuhannya sendiri. 
  4. Semi-proletariat (penati miskin), yang dinamakan semi-proletariat di sini meliputi lima golongan: (1) sebagian besar dari tani setengah-pemilik, (2) tani miskin, (3) tukang kerajinan tangan kecil, (4) pegawai toko-toko, dan (5) penjaja. Sebagian besar dari tani setengah-pemilik bersama tani miskin merupakan massa yang amat besar jumlahnya di desa.  Yang dimaksudkan dengan masalah tani ialah masalah mereka itu. Yang diusahakan oleh tani setengah-pemilik, tani miskin dan tukang kerajinan tangan kecil semuanya ialah ekonomi produksi kecil-kecilan dalam skala yang lebih kecil lagi. Meskipun sebagian besar dari tani setengah pemilik dan tani miskin sama-sama tergolong semi-proletariat
  5. Proletariat, Mereka tidak memiliki apa-apa kecuali kedua belah tangan, kedudukan ekonominya mirip dengan buruh industri, tetapi tidak begitu terpusat dan begitu penting peranannya dalam produksi seperti buruh industri.

Kelas Buruh, Kaum Tani, Pemuda Mahasiswa

Menurut Lenin dalam karyanya Sosialisme dan Kaum Tani menjelaskan bahwa kelas buruh sosialis dalam zaman revolusi demokratis memiliki tugas: “Menarik pada pihaknya massa kaum tani dan dengan melumpuhkan ketidak mantapan burjuasi, mamatahkan dan mengancurkan otokrasi.

Kemenangan yang menentukan dari revolui demokratis hanyalah mungkin dalam bentuk diktatur revolusioner-demokratis dari proletariat dan kaum tani. Tetapi semakin cepat dan penuh terlaksana kemenangan itu, semakin cepat dan mendalam pula akan berkembang kontradiksi-kontradiksi baru dan perjuangan kelas yang baru…semakin sempurna kita melaksanakan revolusi demokratis, maka ternyata semakin dekat pula kita berhadap-hadapan dengan tugas-tugas revolusi sosialis, akan semakin tajam dan runcing pula perjuangan proletariat menentang dasar-dasar masyarakat borjuis itu sendiri.”

Akan tetapi, kaum sosialis harus mengakui keinginan dasar kaum tani untuk memiliki hak kepemilikan pribadi atas tanah. Oleh karena itu, kaum sosialis memiliki kewajiban untuk mendukung perjuangan nyata reformasi pertanian.

Dalam karya yang sama, Lenin juga menekankan bahwa kaum tani miskin harus belajar dari pengalaman mereka sendiri. Termasuk juga bahwa tuntutan atas kepemilikan tanah tidak akan menyelesaikan persoalan kaum tani. Ini karena selama kapitalisme masih ada, maka satuan alat pertanian seperti cangkul, arit, bajak, traktor, bibit dan sebagainya masih akan dikuasai borjuasi yang juga menguasai pasar termasuk juga soal distribusinya.

Ekonom burjuis berusaha keras untuk memaksakan pemikirannya terhadap kelas petani bahwa kapitalisme dapat berjalan seiring dengan kesejahteraan pemilik tanah kecil.Oleh karena itu,Mereka menutup isu-isu seperti persoalan umum tentang ekonomi barang dagangan, tentang penindasan kapital, tentang kemerosotan dan perendahan perekonomian tani-kecil dengan soal khusus mengenai pemusatan pemilik-tanah.

Mereka menutup mata terhadap banyak hal, bahwa produksi besar-besaran  dalam cabang-cabang perdagangan khusus dari pertanian juga berdampak pada pemilik tanah yang kecil maupun yang sedang, dan petani pada kelas ini menjadi semakin merosot sebagai akibat naiknya sewa tanah maupun di bawah beban penggadaian-penggadaian dan tekanan hutang yang menumpuk. Mereka menghindari begitu saja suatu fakta yang tak dapat dibantah tentang keunggulan teknis dari perusahaan besar di bidang pertanian dan meremehkan syarat-syarat hidup kaum tani dalam perjuangannya melawan kapitalisme.

Baca juga: “12 JAM NYAJAK”: SEBUAH PERAYAAN HARI BAHASA IBU INTERNASIONAL

Dalam perjalannya hingga saat ini, masih ada sisa-sisa feodalisme di Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dari kenyataan-kenyataan

  1. Masih adanya hak monopoli dari pada tuan tanah besar, atas milik tanah yang dikerjakan oleh kaum tani kecil yang sebagian terbesar mungkin tidak memiliki tanah dan karena itu terpaksa menyewa tanah dari tuan tanah menurut syarat-syarat apa saja.
  2. Pembayaran sewa tanah dalam wujud barang kepada tuan tanah yang merupakan bagian sangat besar dari hasil panenan kaum tani dan yang mengakibatkan kemiskinan dari pada bagian terbesar kaum tani.
  3. Sistem sewa tanah dalam bentuk kerja di tanah tuan tanah, yang menuntut bagian terbesar dari kaum tani dalam kedudukan yang menghamba.
  4. Tumpukan hutang-hutang yang menimpa bagian terbesar dari kaum tani dan yang menetapkan mereka dalam kedudukan budak terhadap pemilik-pemilik tanah.

Berjuang dengan Kaum Tani 

Adapun tujuan perlawanan yang dilakukannya ialah land reform. Land Reform adalah hilangnya pengkotak-kotakkan masyarakat di pedesaan sehingga masyarakat dapat setara sosial dan ekonomi. Sebab menurut Mao, dengan adanya pengkotak-kotakkan ini akan menyulitkan untuk mewujudkan masyarakat sosialis. Land Reform ini dilakukan melalui dua tahap, yakni pertama, membinasakan tuan tanah dan menetralisir petani kaya. Kedua, mendistribusikan tanah secara merata kepada petani miskin. Secara umum, penerapan Land Reform ini banyak mengubah kehidupan pedesaan. 

Tugas-tugas penuntasan revolusi demokratik ini harus diambil alih dan diemban oleh kelas buruh dengan menggandeng kaum tani, rakyat pekerja, dan semua kaum tertindas. Seperti yang diungkapkan oleh Lenin dalam The Attitude Towards Bourgeois Parties bahwa proletariat memiliki tugas untuk menuntaskan revolusi demokratik dan menjadi pemimpinnya. Ini hanya mungkin dilakukan jika proletariat mampu membawa bersamanya massa borjuis kecil demokratik, terutama sekali kaum tani, dalam perjuangan melawan otokrasi dan borjuasi liberal yang khianat.

Kaum tani memang sanggup melakukan protes yang signifikan, mendorong reformasi dan bahkan pemberontakan. Lenin dalam karyanya  Revolusi Proletariat dan Kautsky si Pengkhianat menjelaskan bahwa “Peristiwa-peristiwa telah bergulir seperti yang telah kami katakan. Jalannya revolusi telah mengkonfirmasikan kebenaran dari nalar kami.

Pertama, dengan “seluruh” kaum tani untuk melawan monarki, tuan tanah, dan feodalisme (dan pada tingkatan ini, revolusi masih merupakan revolusi borjuis, borjuis-demokratik). Kemudian, dengan kaum tani miskin, dengan kaum semi-proletar, dengan semua kaum tertindas, melawan kapitalisme, termasuk kaum kaya di pedesaan, kulak (tani kaya), lintah darah, dan pada tingkatan ini revolusi menjadi revolusi sosialis.

Revolusi, seluruh Rakyat merupakan kepentingan-kepentingan seluruh Rakyat telah menjadi pertentangan tak terdamaikan dengan kepentingan-kepentingan segelintir orang-orang yang menyusun pemerintah otokrasi dan yang mendukungnya.

Rancangan itu membagi program agraria menjadi dua bagian. Bagian I menguraikan “Reforma-reforma yang untuk pelaksanaannya syart-syarat sosialnya telah matang”; bagian II “Memformulasi penyempurnaan dan integrasi reforma-reforma agraria yang diuaraikan dibagian I”. Bagian I, pada gilirannya dibagi dalam tiga sub-bagian: A) perlindungan kerja – tuntutan-tuntutan demi keuntungan proletariat pertanian; B) reforma-reforma agraria (dalam arti kata yang sempit, atau kalau boleh dikatakan, tuntutan-tuntutan kaum tani) dan C) perlindungan penduduk desa (swatantra dan sebagainya)

Bagi Lenin, tanpa memutus corak produksi kapitalisme, pembagian tanah seadil-adilnya justru akan membentuk syarat-syarat perkembangan kapitalisme dan akhirnya bermuara pada ketimpangan penguasaan tanah atau diferensiasi kelas secara lebih lanjut.

Dengan datangnya Lenin, Bumi Manusia lebih kaya

(Pramoedya Ananta Toer)

*Paper ini disampaikan pada diskusi “Menuju Hari Tani Nasional” yang diselenggarakan oleh UKSK UPI pada tanggal 21 September 2021.

Baca juga: Mengapa Indonesia Disebut sebagai Ibu Pertiwi?

Daftar Pustaka

Tentang Kesatuan Kaum Tani

https://spi.or.id/147/

https://www.walhi.or.id/peringatan-hari-tani-nasional-indonesia-darurat-agraria-luruskan-reforma-agraria-dan-selesaikan-konflik-konflik-agraria
https://www.marxists.org/indonesia/indones/1958-AiditUntukBekerjaLebihBaikDiKalanganKaumTani.htm
https://www.marxists.org/indonesia/reference/mao/1926-Analisa.htm
https://www.marxists.org/indonesia/archive/lenin/1905/SosialismeDanKaumTani.htm

Penulis : Hilman Fauzi
Editor : Algina Shofiyatul Husna